kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.303.000   7.000   0,30%
  • USD/IDR 16.584   -33,00   -0,20%
  • IDX 8.251   84,91   1,04%
  • KOMPAS100 1.131   14,37   1,29%
  • LQ45 800   15,27   1,95%
  • ISSI 291   1,34   0,46%
  • IDX30 418   7,16   1,74%
  • IDXHIDIV20 473   8,42   1,81%
  • IDX80 125   1,66   1,35%
  • IDXV30 134   1,28   0,97%
  • IDXQ30 131   2,43   1,89%

Omnibus law berpotensi gagal bila keterlibatan pemerintah daerah minim


Minggu, 15 Desember 2019 / 14:36 WIB
Omnibus law berpotensi gagal bila keterlibatan pemerintah daerah minim
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng


Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -   JAKARTA. Pemerintah mengidentifikasi terdapat 82 Undang-Undang (UU) yang terdiri dari 1.194 pasal yang akan diselaraskan melalui Rancangan UU (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

Draf final RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja beserta naskah akademisnya dijadwalkan disampaikan ke DPR RI pada awal Januari 2020 untuk dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR.

Baca Juga: Dilema Omnibus Law Perpajakan, bakal kikis penerimaan pajak

Namun Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menyayangkan minimnya pembahasan dan koordinasi dengan pemerintah daerah (pemda) sepanjang persiapan aturan sapu jagat tersebut.

Tanpa koordinasi dan sinkronisasi dengan pemda, ia khawatir nasib omnibus law berujung sama dengan kegagalan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2018 tentang penerapan Online Single Submission (OSS) secara nasional.

“Semangat omnibus law ini memang untuk membenahi dan menata regulasi perizinan pada tingkat ‘hulu’, tapi kan izin tidak hanya diatur dengan UU. Masih ada lagi PP di bawahnya, lalu ribuan peraturan menteri yang berbeda, juga peraturan daerah. Fragmentasi peraturan pusat mengalir menjadi fragmentasi di level pemerintah daerah,” tutur Robert dalam diskusi media Refleksi Otonomi 2019 dan Arah Perbaikan ke Depan, Minggu (15/12).

Oleh karena itu, menurutnya efektivitas Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja menuntut adanya pembenahan regulasi perizinan dari level UU hingga peraturan daerah.

Baca Juga: Aturan Sapu Jagat Pajak Segera Dituntaskan

Apalagi, praktik aktual perizinan pada dasarnya terjadi di daerah sehingga peraturan di level daerah sejatinya lebih berdampak langsung pada masyarakat, pelaku usaha, dan investor.

Robert memandang, perumusan omnibus law dalam waktu yang relatif singkat ini cenderung sepihak pada pemerintah pusat saja. Risikonya, banyak regulasi dan aturan perizinan di tingkat daerah yang luput dari reformasi.




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×