Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
"Mestinya sejak awal pemda diminta untuk mengidentifikasi dulu berapa jenis aturan perizinan yang dimiliki selama ini, lalu yang seharusnya atau idealnya berapa aturan izin, kemudian di balik izin itu ada syarat dan prosedur apa saja, berapa waktu dan biaya yang dibutuhkan. Semua itu ditelusuri dari hilir sampai ke hulu yaitu regulasi tingkat pusatnya bagaimana,” sambung Robert.
Robert memberi contoh sederhana, terkait Surat Keterangan Domisili Usaha (SKDU) yang tidak diatur pada regulasi level pusat, namun diatur pada peraturan pemda.
Baca Juga: Risiko Global Berlanjut, Ekonomi 2020 Makin Tertekan
Jika identifikasi tidak dilakukan dari level daerah, besar kemungkinan jenis izin seperti ini luput dari omnibus law. Padahal, SKDU merupakan syarat untuk mengurus berbagai dokumen legal lainnya seperti SIUP, NPWP Badan, dan sebagainya.
Robert berharap, pemerintah pusat berkaca dari kegagalan penerapan OSS secara nasional dalam setahun terakhir.
Akibat minimnya pembahasan, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan dengan pemda, wacana debirokratisasi perizinan itu tak berjalan sesuai harapan. Sampai hari ini, minim daerah yang sudah menerapkan OSS secara penuh.
Baca Juga: Sejumlah hal ini masih jadi pembahasan di dalam draf omnibus law
“Jangan sampai terulang kasus PP 24/2018. Pemda tidak diajak bicara secara intensif padahal implikasi aturan itu besar sekali bagi pemda. Yang terjadi, daerah entah ogah-ogahan, entah tidak siap, sehingga yang menjalankan OSS sangat sedikit,” tandas Robert.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News