Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ombudsman Republik Indonesia (RI) meminta Kementerian Keuangan untuk menutup celah kebijakan cukai rokok. Poin ini disampaikan menyusul informasi terkait pensiasatan yang dilakukan oleh pabrikan rokok besar asing yang mengakibatkan potensi hilangnya penerimaan negara.
“Aturan yang menimbulkan celah kecurangan perlu segera ditutup apalagi impact-nya ke penerimaan negara,” tegas anggota Ombudsman RI Ahmad Alamsyah Saragih.
Ahmad menjelaskan Kementerian Keuangan sebagai penyelenggara negara perlu serius melihat adanya gejala pemanfaatan celah yang dilakukan oleh pabrikan rokok besar asing. Misalnya jika terbukti adanya penghindaran pajak (tax avoidance) maka Kementerian Keuangan harus segera melakukan pemeriksaan.
Baca Juga: Produk tembakau yang dipanaskan berbeda dengan rokok elektrik ataupun rokok
“Kalau kemudian dari Kementerian Keuangan lambat atau dianggap tidak proper, ya masyarakat boleh melapor ke ombudsman. Kita kembangkan, nanti ombudsman bisa melawan Pemerintah” jelas Ahmad.
Sebelumnya sejumlah pihak baik asosiasi, pengamat ekonomi dan pegiat anti korupsi menyatakan adanya celah kebijakan cukai yang dimanfaatkan oleh pabrikan rokok besar asing, dengan cara membayar tarif cukai terendah.
Siasat yang digunakan yakni dengan membatasi volume produksi jenis rokok tertentu agar tetap di bawah golongan I, yakni 3 miliar batang per tahun. Dengan cara itu, mereka akan terhindar dari kewajiban membayar cukai tertinggi.
Baca Juga: Persaingan ketat, volume penjualan rokok HM Sampoerna (HMSP) menyusut
Celah ini memberikan ruang bagi perusahaan besar asing untuk membayar cukai rokok mesin golongan 2 atau golongan tarif cukai murah, padahal memiliki omset triliunan rupiah dan penjualan miliaran batang rokok per tahun.
Untuk itu, mereka mendorong Pemerintah menggabungkan batasan produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) menjadi 3 miliar batang per tahun seperti yang pernah dimuat pada PMK 146/2017.
Ahmad menuturkan pihaknya akan mempertimbangkan temuan-temuan dilapangan sesuai dengan kebijakan Ombudsman dalam melakukan pengawasan penyelenggaraan peraturan hukum di Indonesia. “Ombudsman cukup concern dan akan melakukan pencermatan dan menindaklanjuti hal ini ke depan,” tutur Ahmad.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News