kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

OECD sebut ada potensi penyalahgunaan insentif pajak, berikut sarannya


Kamis, 04 Juni 2020 / 14:00 WIB
OECD sebut ada potensi penyalahgunaan insentif pajak, berikut sarannya


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah telah menggelontorkan berbagai insentif pajak untuk meredam dampak ekonomi yang ditibulkan oleh corona virus disease (Covid-19). Kendati demikian, the Organization for Economic and Development (OECD) menilai ada risiko penyalahgunaan insentif.

Setidaknya pemerintah mengganggarkan insentif pajak sebesar Rp 123,01 triliun untuk dunia usaha. Rinciannya, pertama, pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) sebesar Rp 25,66 triliun. Kedua, PPf Final Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) DTP senilai Rp 2,4 triliun.

Baca Juga: Insentif PPh UMKM Ditanggung Pemerintah

Ketiga, pembebasan PPh Pasal 22 Impor sebesar Rp 14,75 triliun. Keempat, Pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 25% dengan alokasi anggaran Rp 14,4 triliun. Kelima, pengembalian pendahuluan PPN senilai Rp 5,8 triliun.

Keenam, penurunan tarif PPh Badan dari 25% menjadi 22% yang memiliki pagu anggaran senilai Rp 5,8 triliun. Ketujuh, tambahan PPh 21 DPT sebesar Rp 14 triliun. Kedelapan, cadangan dan stimulus lainnya sebesar Rp 26 triliun.

OECD dalam risetnya berjudul Tax Administration; Privacy, Disclosure and Fraund Risk Related to Covid-19 mengatakan penyalahgunaan insentif dalam rangka pandemi perlu diwaspadai, sebab ada potensi besar untuk kesalahan informasi atau kebingungan otoritas pajak.

Hal ini dikarenakan jumlah banyaknya pemohon insentif yang tidak sebanding dengan pegawai pajak.

Baca Juga: Indonesia memompa anggaran demi memacu harapan pertumbuhan saat new normal

Apalagi dalam situasi pandemi saat ini, pegawai pajak menjalani massa kerja work from home, sehingga pengawasan dalam menyeleksi, memberikan, atau mengevaluasi insentif lebih longgar dari waktu biasanya.

Setali tiga uang, kondisi tersebut menyebabkan tiga risiko baik dari eksternal maupun internal.   

Pertama, risiko kecurangan identitas dalam hal ini kesalahan memeroleh dan menggunakan data individu, badan usaha, atau badan pemerintah.


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×