Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto
Sementara utang outsourcing, kewajiban akan ditunaikan Internux sebagaimana perjanjian dengan vendor sebelum adanya rencana perdamaian.
Nah guna merealisasikan skema ini, Internux intinya akan berupaya tetap beroperasi memberikan layanan internet. Namun, pasarnya diubah. Jika sebelumnya Internux fokus ke perangkat bergerak dengan sistem prabayar. Kini Internux berencana mengalihkan fokus ke perangkat tetap dengan sistem pascabayar.
"Strategi perseroan ke depan akan fokus akuisisi pelanggan Bolt Home (pascabayar), dan mengurangi pelanggan Bolt Mobile (prabayar). Jadi kita akan menghentikan penjualan modem, dan perangkat mobile," sambung Dicky.
Meski dihentikan, Dicky bilang layanan prabayar tetap bisa diterima pelanggan, misalnya pembelian voucher internet. Asalkan akses berada dalam jaringan Internux. Sebab, Internux juga akan berupaya merelokasi peralatan telekomunikasi ke lokasi tower yang sesuai dengan karakteristik pelanggan Bolt Home. Termasuk mengeliminasi tower yang tak sesuai karakteristik pelanggan Bolt Home.
Langkah-langkah ini disebutkan Dicky berguna untuk menekan biaya operasional guna mengurangi beban perusahaan.
Maklum, kini Bolt memang tengah menanggung utang dalam PKPU senilai Rp 5,65 triliun dalam PKPU. Perinciannya, ada 3 kreditur separatis (dengan jaminan) dengan nilai tagihan Rp 274,55 miliar, dan 282 kreditur konkuren (tanpa jaminan) senilai Rp 5,37 triliun.
"Dengan strategi ini biaya-biaya tower bisa diturunkan. Yang biasanya mencapai lebih dari Rp 500 miliar, diperkirakan hanya akan mencapai Rp 200 miliar," ungkapnya.
Selain mengubah inti bisnis, Internux juga akan melakukan negosiasi ulang kontrak-kontraknya dengan tower provider. Harapannya sama, guna mengurangi beban operasional, dan melancarkan ikhtiar restrukturisasi.
Mengingatkan, Internux harus merestrukturisasi utang-utangnya melalui jalur PKPU semenjak 17 September 2018 lalu. Perkara terdaftar dengan nomor 126/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Jkt.Pst.
Internux masuk belenggu PKPU dari permohonan PT Equasel Selaras, dan PT Intiusaha Solusindo. Dalam permohonannya Equasel berupaya menagih utang Internux senilai Rp 3,21 miliar, sementara tagihan Intiusaha senilai Rp 932 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News