Reporter: Siti Masitoh | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Surplus neraca perdagangan diperkirakan menurun pada November 2022. Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan, surplus neraca perdagangan pada November turun ke level US$ 5,18 miliar.
Proyeksi tersebut lebih rendah dari neraca perdagangan bulan Oktober 2022 yang sebesar US$ 5,67 miliar.
Menurut perkiraan Josua, surplus neraca perdagangan barang pada November 2022 ini didorong oleh nilai ekspor yang lebih besar dari nilai impor. kinerja ekspor diperkirakan berkisar 10,37% secara tahunan sementara impor diperkirakan tumbuh 3,65% secara tahunan.
Baca Juga: Ekonom Prediksi Neraca Dagang di Bulan November Masih Surplus
Di sisi ekspor, kinerjanya ditopang oleh kenaikan harga komoditas ekspor seperti Crude Palm Oil (CPO) yang mencatatkan kenaikan rata-rata sebesar 9,38% secara bulanan di sepanjang periode tersebut, meskipun harga komoditas ekspor lainnya seperti batubara tercatat turun sekitar 10,73% secara bulanan.
Selain itu, dari sisi volume ekspor, Josua menilai kinerjanya cenderung meningkat terbatas terindikasi dari peningkatan aktivitas manufaktur dari mitra dagang utama Indonesia seperti Kawasan Eropa, Tiongkok, India dan Korea.
“Potensi peningkatan ekspor Indonesia ke Tiongkok juga terindikasi dari data bea cukai Tiongkok yang mengindikasikan impor Tiongkok dari Indonesia yang meningkat,” tutur Josua kepada Kontan.co.id, Selasa (13/12).
Sementara dari sisi volume impor, kinerjanya diperkirakan ditopang oleh impor non-migas mengingat aktivitas manufaktur domestik masih tercatat dalam fase yang ekspansif. Sementara, impor migas cenderung menurun terbatas terindikasi dari rata-rata harga minyak mentah global yang turun sepanjang bulan November.
Josua menilai, nilai tukar rupiah masih cenderung bergerak di level Rp 15.600 hingga Rp 15.700 per dolar AS meski neraca perdagangan mencatatkan surplus. Hal ini dipengaruhi oleh sentimen yang masih mendukung penguatan dolar Amerika Serikat (AS).
“Ini karena pelaku pasar masih menantikan rilis data inflasi AS serta keputusan Fed dalam rapat Federal Open Market Committee bulan ini. Pelaku pasar memperkirakan bahwa Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 50 bps, namun investor akan mencermati arah suku bunga Fed pada tahun depan yang akan mempengaruhi pergerakan dolar AS,” jelasnya.
Baca Juga: Proyeksi Neraca Perdagangan Indonesia di Bulan November 2022
Sehingga, meskipun kinerja neraca dagang mencatatkan surplus dalam 30 bulan berturut-turut, investor masih mencermati arah suku bunga The Fed kedepannya. Selain itu, sekalipun Devisa Hasil Ekspor (DHE) juga cenderung meningkat, tetapi waktu penempatan di dalam negeri cenderung tidak lama karena mempertimbangkan suku bunga deposito valas di bank-bank di luar negeri seperti Singapura.
“Itu karena (penempatan deposito di bank luar neger) cenderung lebih menarik jika dibandingkan dengan suku bunga deposito valas di perbankan domestik,” kata Dia.
Josua menambahkan, tekanan terhadap rupiah juga diperkirakan akan mulai mereda jika arah suku bunga Fed pada tahun depan tidak seagresif kenaikan suku bunga The Fed pada tahun ini.
Selain itu, pelonggaran kebijakan Zero Covid dari pemerintah Tiongkok juga akan mendukung membaiknya sentimen risiko di pasar keuangan global.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News