Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan fatwa tentang pajak yang berkeadilan melalui Musyawarah Nasional (Munas) XI MUI yang digelar di Jakarta.
Fatwa tersebut dikeluarkan utamanya terkait polemik mengenai kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ramai diperbincangkan masyarakat. Berbagai daerah mencatat keluhan warga yang merasa keberatan dengan tarif baru yang dianggap tidak adil dan tidak mempertimbangkan kemampuan bayar.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Bimo Wijayanto menyampaikan, sesuai peraturan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), aturan PBB sudah diserahkan ke daerah.
“PBB kan sebenarnya UU-nya sudah diserahkan ke daerah. Jadi, kebijakan, tarif, kenaikan dasar, pengenaan, semuanya di daerah,” tutur Bimo kepada awak media, Senin (24/11/2025).
Baca Juga: Ditjen Pajak Sudah Kumpulkan Rp 11,48 triliun dari 104 Wajib Pajak yang Menunggak
Sejalan dengan itu, Bimo juga mengungkapkan pihaknya sudah melakukan diskusi dengan MUI terkait pajak tersebut.
Ia menambahkan, yang dipermasalahkan MUI sebenarnya terkait PBB P2 (Perdesaan dan Perkotaan), yang pemungutannya dilakukan di daerah.
Sedangkan PBB yang dipungut oleh Ditjen pajak hanya yang terkait kelautan, perikanan, pertambangan, dan kehutanan.
Adapun PBB P2 dikenakan atas bumi (tanah) dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh individu atau badan di wilayah perdesaan dan perkotaan, dengan pengecualian untuk kawasan yang digunakan bagi kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
“Di kami hanya PBB yang terkait dengan Kelautan, Perikanan, dan Pertambangan Sama Kehutanan Kalau untuk ke daerah sendiri ada,” kata Bimo.
Sementara itu, terkait pungutan pajak pertambahan nilai (PPN), Bimo menjelaskan, ketentuan pungutan pajak tersebut sudah sesuai dengan ketentuan.
“PPN itu kan sesuai. Memang kalau barang kebutuhan masyarakat memang tidak pernah PPN atau 0%,” ungkapnya.
Sebelumnya, Ketua Bidang Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh, menegaskan bahwa pajak seharusnya hanya dikenakan pada harta yang bersifat produktif atau termasuk kebutuhan sekunder dan tersier.
"Jadi pungutan pajak terhadap sesuatu yang jadi kebutuhan pokok, seperti sembako, dan rumah serta bumi yang kita huni, itu tidak mencerminkan keadilan serta tujuan pajak," kata Pengasuh Pondok Pesantren An-Nahdlah, Depok, Jawa Barat ini seperti dikutip dari website MUI.
Baca Juga: Sisa Dua Bulan Lagi, Ditjen Pajak Harus Kumpulkan Penerimaan Rp 617,9 Triliun
Selanjutnya: 5 Manfaat Air Kelapa Jika Diminum Setiap Hari, Bantu Cegah Batu Ginjal!
Menarik Dibaca: 5 Manfaat Air Kelapa Jika Diminum Setiap Hari, Bantu Cegah Batu Ginjal!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













