CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.341.000   -7.000   -0,30%
  • USD/IDR 16.725   -32,00   -0,19%
  • IDX 8.414   -5,56   -0,07%
  • KOMPAS100 1.163   -1,38   -0,12%
  • LQ45 846   -2,34   -0,28%
  • ISSI 294   -0,29   -0,10%
  • IDX30 440   -1,80   -0,41%
  • IDXHIDIV20 510   -4,13   -0,80%
  • IDX80 131   -0,28   -0,21%
  • IDXV30 135   -0,09   -0,06%
  • IDXQ30 141   -1,39   -0,98%

MUI Fatwa Pajak Berkeadilan: Sembako & Rumah Primer Bebas Pajak


Minggu, 23 November 2025 / 23:24 WIB
MUI Fatwa Pajak Berkeadilan: Sembako & Rumah Primer Bebas Pajak
ILUSTRASI. Pajak. 


Sumber: Kompas.com | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan fatwa terbaru soal pajak yakni pajak hanya untuk kebutuhan sekunder dan tersier.

“Jadi pungutan pajak terhadap sesuatu yang jadi kebutuhan pokok, seperti sembako, dan rumah serta bumi yang kita huni, itu tidak mencerminkan keadilan serta tujuan pajak,” kata Ketua MUI Bidang Fatwa, Profesor Asrorun Niam Sholeh, dalam siaran persnya, Minggu (23/11/2025).

Baca Juga: Obligasi Korporasi Diproyeksi Tetap Positif hingga Akhir Tahun

Fatwa tentang Pajak Berkeadilan ini ditetapkan dalam Forum Munas MUI yang berlangsung 20-23 November 2025 di Hotel Mercure, Jakarta.

“Fatwa ini ditetapkan sebagai respon hukum Islam tentang masalah sosial yang muncul akibat adanya kenaikan PBB yang dinilai tidak adil, sehingga meresahkan masyarakat. Fatwa ini diharapkan jadi solusi untuk perbaikan regulasi”, ujar Niam.

Guru Besar Bidang Ilmu Fikih ini menegaskan bahwa objek pajak dikenakan hanya kepada harta yang potensial untuk diproduktifkan dan / atau merupakan kebutuhan sekunder dan tersier (hajiyat dan tahsiniyat).

“Jadi pungutan pajak terhadap sesuatu yang jadi kebutuhan pokok, seperti sembako, dan rumah serta bumi yang kita huni, itu tidak mencerminkan keadilan serta tujuan pajak”, ujar Niam.

Baca Juga: Pefindo: Penerbitan Obligasi Korporasi Capai Rp 11 Triliun di November 2025

Bunyi Fatwa

Berikut adalah bunyi fatwa dari MUI soal pajak berkeadilan:

PAJAK BERKEADILAN

Ketentuan Hukum

  1. Negara wajib dan bertanggung jawab mengelola dan memanfaatkan seluruh kekayaan negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
  2. Dalam hal kekayaan negara tidak cukup untuk membiayai kebutuhan negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat maka negara boleh memungut pajak dari rakyat dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Pajak penghasilan hanya dikenakan kepadawarga negara yang memiliki kemampuan secara finansial yang secara syariat minimal setara dengan nishab zakat mal yaitu 85 gram emas.

b. Objek pajak dikenakan hanya kepada harta yang potensial untuk diproduktifkan dan / atau merupakan kebutuhan sekunder dan tersier (hajiyat dan tahsiniyat).

c. Pajak digunakan untuk kepentingan masyarakat yang membutuhkan dan kepentingan publik secara luas. d. Penetapan pajak harus berdasar pada prinsip keadilan.

e. Pengelolaan pajak harus amanah dan transparan serta berorientasi pada kemaslahatan umum (‘ammah).

  1. Pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak, secara syar’i merupakan milik rakyat yang pengelolaannya diamanahkan kepada pemerintah(ulil amri), oleh karena itu pemerintah wajib mengelola harta pajak dengan prinsip amanah yaitu jujur, profesional, transparan, akuntabel dan berkeadilan.
  2. Barang yang menjadi kebutuhan primer masyarakat (dharuriyat) tidak boleh dibebanipajak secara berulang (double tax)
  3. Barang konsumtif yang merupakan kebutuhan primer, khususnya sembako (sembilan bahan pokok), tidak boleh dibebani pajak.
  4. Bumi dan bangunan yang dihuni (non komersial) tidak boleh dikenakan pajak berulang.
  5. Warga negara wajib ?menaati aturan pajak yang ditetapkan berdasarkan ketentuan sebagaimanadimaksud pada angka 2 dan 3.
  6. Pemungutan pajak yang tidak sesuai denganketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan 3 hukumnya haram.
  7. Zakat yang sudah dibayarkan oleh umat Islam menjadi pengurang kewajiban pajaksebagaimana diatur dalam ketentuan angka 2 dan 3, (zakat sebagai pengurang pajak).

Rekomendasi

  1. Untuk mewujudkan perpajakan yang berkeadilan dan berpemerataan maka pembebanan pajak seharusnya disesuaikan dengan kemampuan wajib pajak (ability pay). Oleh karena itu perluadanya peninjauan kembali terhadap beban perpajakan terutama pajak progresif yang nilainya dirasakan terlalu besar.
  2. Pemerintah harus mengoptimalkan pengelolaan sumber-sumber kekayaan negara dan menindak para mafia pajak dalam rangka untuk sebesar-besar untuk kesejahteraan masyarakat.
  3. Pemerintah dan DPR berkewajiban mengevaluasi berbagai ketentuan perundang-undangan terkait perpajakan yang tidak berkeadilan dan menjadikan fatwa ini sebagai pedoman.
  4. Kemendagri dan pemerintah daerah mengevaluasi aturan mengenai pajak bumi dan bangunan, pajak pertambahan nilai (PPn), pajakpenghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan(PBB), Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), pajakwaris yang seringkali dinaikkan hanya untuk menaikkan pendapatan daerah tanpa mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat.
  5. Pemerintah wajib mengelola pajak denganamanah dan menjadikan fatwa ini sebagai pedoman.
  6. Masyarakat perlu mentaati pembayaran pajak yang diwajibkan oleh pemerintah jika digunakan untuk kepentingan kemaslahatan umum (maslahah ‘ammah).

Sumber: https://nasional.kompas.com/read/2025/11/23/19224331/fatwa-mui-kebutuhan-pokok-seperti-sembako-dan-rumah-tak-boleh-dipajaki.

Selanjutnya: Gubernur Bank Sentral Thailand Menilai Pelemahan Baht Akan Untungkan Ekonomi

Menarik Dibaca: Cara Mengaktifkan Fitur Facebook Pro, Ikuti Langkah Demi Langkah Berikut Ini Ya!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×