Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara tegas meminta pemerintah untuk menghentikan pengerjaan proyek Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2) yang dikelola oleh PT Pandai Indah Kapuk Dua Tbk. (PANI) serta mencabut statusnya sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN).
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) MUI, Ikhsan Abdullah, menyatakan bahwa keputusan ini merupakan hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas) MUI.
Dalam rapat tersebut, proyek PIK 2 dinilai memiliki lebih banyak dampak buruk (mafsadat) dibandingkan manfaatnya.
Baca Juga: Jadi Emiten BEI, Bangun Kosambi (CBDK) Kembangkan Proyek di PIK 2
“MUI melalui keputusan Rakernas meminta proyek PIK 2 dihentikan karena banyak mafsadatnya. Kami juga mendesak pemerintah untuk mencabut status PSN proyek tersebut,” ujar Ikhsan kepada Kontan.co.id, Selasa (14/1).
Ikhsan menjelaskan bahwa keputusan ini didasarkan pada prinsip keadilan yang diamanatkan dalam Al-Qur'an Surat An-Nisa ayat 58, yang mengharuskan setiap kebijakan hukum memberikan manfaat dan keadilan kepada masyarakat.
“Jika kebijakan yang diambil tidak adil dan malah merugikan masyarakat, khususnya masyarakat pesisir Banten, maka kebijakan itu harus dikaji ulang,” tegas Ikhsan.
Ia juga menyoroti Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 tentang PSN, yang menyatakan bahwa PSN harus berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Apakah proyek ini memenuhi kriteria tersebut? Jika tidak, maka harus dikaji ulang oleh Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP),” tambahnya.
Baca Juga: Tanggapan Nyeleneh Komeng soal Pagar Laut di Perairan Tangerang dan Bekasi
Salah satu isu utama terkait proyek ini adalah keberadaan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di pesisir utara Tangerang.
Pemagaran ini dinilai melanggar hukum dan merugikan masyarakat pesisir, khususnya nelayan.
Ikhsan menyarankan masyarakat yang terdampak untuk menempuh jalur hukum, termasuk somasi, pelaporan ke Kepolisian, hingga gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
“Jika kebijakan itu terbukti merugikan, masyarakat juga dapat mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung,” ujarnya.
Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBHAP) PP Muhammadiyah mengeluarkan somasi terbuka kepada pihak yang bertanggung jawab atas pagar laut tersebut.
Ketua Riset dan Advokasi Publik LBHAP PP Muhammadiyah, Gufroni, mendesak agar pagar bambu yang menghalangi akses nelayan segera dicabut dalam waktu 3x24 jam.
“Jika tidak ada tindakan, kami akan melaporkan kasus ini ke Mabes Polri atas dugaan pelanggaran hukum terkait pemanfaatan ruang laut tanpa izin,” ujar Gufroni, Senin (13/1).
Selanjutnya: Bukalapak.com (BUKA) Beberkan Alasan Keputusan Memperkuat Produk Virtual
Menarik Dibaca: Hujan Petir Masih Terjadi, Ini Prediksi Cuaca Besok (16/1) di Jawa Barat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News