kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mudah sertifikasi setelah ratifikasi maritim


Jumat, 09 September 2016 / 11:52 WIB
Mudah sertifikasi setelah ratifikasi maritim


Reporter: Teodosius Domina | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. RUU tentang Pengesahan Maritime Labour Convention (MLC) 2006 disahkan oleh DPR menjadi undang-undang, kemarin. Konvensi ini berisi standar perlindungan bagi tenaga kerja maritim. Pengesahan ini tentunya menjadi angin segar bagi para anak buah kapal di Indonesia karena kesejahteraannya lebih terjamin.

Industri pelayaran menyambut positif peraturan ini, meski tidak semua peraturan bisa langsung diterapkan di Indonesia. "Pelaku usaha pelayaran siap dan tidak masalah dengan ratifikasi MLC, terutama untuk kapal ocean going," kata Carmelia Hartoto, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pelayaran Nasional (Indonesian National Shipowners' Association, INSA).

Salah satu hal yang sulit diterapkan berkaitan dengan kapal-kapal domestik berukuran kecil seperti pada jenis kapal tug boat dan kapal penunjang lepas pantai. MLC mensyaratkan kapal berukuran di bawah 3.000 tonase menyediakan kamar single bed berukuran minimal 4,5 meter persegi atau 7 meter persegi jika digunakan dua orang.

Hal berbeda diungkapkan oleh Bani Maulana Mulia, Komisari PT Samudera Indonesia (Tbk). Menurutnya, perusahaan-perusahaan yang melayani pasar internasional sudah terbiasa dengan aturan ini. "Kapal kami melayani secara internasional, kami sudah menerapkan standar internasional sebelum ratifikasi MLC 2006," imbuhnya.

Aturan ini pun dirasa menguntungkan industri pelayaran lantaran mengatur kru kapal dengan lebih baik. "Jika tidak diratifikasi, kru kapal yang sebenarnya punya kualitas baik pasti maunya kerja di perusahaan asing. Bagaimana pelayaran domestik bisa maju?" tandas Bani.

MLC 2006 yang diratifikasi menjadi UU tentang Pengesahan Konvensi Ketenagakerjaan Maritim 2006 ini mengatur lima hal: ketentuan minimum bagi pelaut bekerja di kapal, mengatur kondisi kerja, akomodasi, perlindungan kesehatan dan penegakan hukum.

Sedangkan menurut Kapten Hadi Supriyono, pengajar di Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang, menuturkan, salah satu keuntungan ratifikasi konvensi ini ialah calon ABK mudah mendapatkan sertifikasi. Selama ini, sertifikasi agar bisa berlayar hanya dikeluarkan oleh Recognized Organization (RO). "Indonesia sekarang bisa mengeluarkan sertifikasi sendiri, oleh perusahaan di sini," kata Hadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×