Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pasca terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat (AS) pada pemilu 2024, arus perdagangan dan investasi global diperkirakan akan berubah.
Lembaga pemeringkatan kredit internasional Moody’s Ratings memperkirakan, arus perdagangan dan investasi yang masuk ke kawasan ASEAN dan India akan deras setelah terpilihnya Trump.
Moody’s memperkirakan, kebijakan perdagangan Trump akan cenderung proteksionis termasuk meningkatkan tarif impor pada mitra dagang utama, terutama China di tengah meningkatnya defisit perdagangan AS dengan negara tersebut.
Baca Juga: Cek Rekomendasi Saham Tambang dan Energi Usai Donald Trump Menang Pilpres AS
Dalam kampanyenya, Trump berjanji akan mengenakan pajak sekitar 10% hingga 20% pada semua barang impor diperkirakan akan mempengaruhi harga di seluruh dunia, serta tarif yang ditargetkan hingga 60% khusus untuk impor dari China.
Dengan kebijakan tersebut, maka perang dagang AS dengan China akan semakin memanas. Namun, kawasan ASEAN dan India akan diuntungkan, karena para investor akan memilih negara-negara yang aman untuk berinvestasi dan bekerja sama dalam perdagangan.
“Di kawasan Asia-Pasifik Arus perdagangan dan investasi di kawasan ini mungkin akan semakin teralihkan dari China, karena AS memperketat investasi di sektor-sektor strategis. Namun, pergeseran ini mungkin menguntungkan India dan negara-negara ASEAN,” tulis Moody’s dalam laporannya yang terbit pada, Kamis (7/11).
Baca Juga: Likuiditas Kuat, Moody's Naikkan Peringkat CIMB Niaga ke Baa1
Meski begitu, Moody’s melihat, polarisasi AS dan China yang berkelanjutan, juga berisiko memperburuk perpecahan geopolitik di kawasan ini, serta meningkatkan risiko gangguan pada pasokan semikonduktor global.
Di samping itu, tindakan proteksionis Trump, diperkirakan akan mengganggu rantai pasokan global dan berdampak negatif pada sektor-sektor yang bergantung pada bahan dan barang impor, seperti manufaktur, teknologi, dan ritel.
Lebih jauh lagi, perubahan pada kebijakan industri yang berorientasi ke dalam negeri yang mendukung sektor-sektor AS yang terdampak dan membangun kapasitas manufaktur dalam negeri (selain tindakan perdagangan balasan) akan menimbulkan dampak positif dan negatif di berbagai sektor, khususnya untuk manufaktur.
Dalam kesempatan berbeda, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede melihat, aktivitas perdagangan global yang mana ada potensi perang mata uang 2.0.
Masa kepresidenan Trump sebelumnya ditandai dengan pergeseran ke arah kebijakan proteksionis, termasuk meningkatkan tarif impor pada mitra dagang utama, terutama China di tengah meningkatnya defisit perdagangan AS dengan negara tersebut.
Baca Juga: Meski Peringkat Tetap, Moody's Turunkan Outlook Deposito Bank Danamon Menjadi Stabil
Jika Trump menerapkan pendekatan yang sama, hal ini dapat memicu reaksi balasan, terutama di wilayah-wilayah yang secara langsung dan signifikan terpengaruh oleh meningkatnya ketegangan perdagangan.
"Hal ini dapat memicu pembalasan perdagangan global dan devaluasi mata uang," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (7/11).
Selanjutnya: Ruas Jalan Tol Cipularang KM 92 Tertutup Imbas Kecelakaan Beruntun
Menarik Dibaca: 20 Poster Hari Kesehatan Nasional 2024, Bisa Diunduh dan Edit Gratis
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News