Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah memfinalisasi beberapa kebijakan yang terkait dengan pengenaan pajak transaksi atas aset kripto.
Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto mengatakan bahwa aturan tersebut dibuat seiring dengan pergeseran status kripto dari komoditas menjadi instrumen keuangan di Indonesia.
"Dulu kami mengatur kripto itu sebagai bagian dari komoditas, kemudian ketika dia beralih kepada financial instrument, maka aturannya harus kita adjust," ujar Bimo dalam Konferensi Pers di Jakarta, Selasa (22/7).
Baca Juga: Industri Kripto Telah Sumbang Pajak Hingga Rp 1,2 Triliun Sejak 2022
Sayangnya, Bimo enggan membeberkan poin-poin apa saja yang akan diatur dalam aturan terbaru nantinya.
Untuk diketahui, pemerintah telah mengatur perlakuan pajak atas aset kripto melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.
Pasal 5 beleid tersebut mengatur bahwa atas penyerahan aset kripto dikenai PPN dengan besaran tertentu, yakni sebesar 1% (jika transaksi dilakukan melalui exchanger yang terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Kementerian Perdagangan), atau 2% (jika transaksi dilakukan melalui exchanger yang tidak terdaftar di Bappebti) dari tarif PPN sebagaimana diatur dalam UU PPN beserta perubahannya.
Dengan kata lain, untuk saat ini, tarif PPN atas penyerahan aset kripto adalah sebesar 0,11% atau 0,22% dari nilai transaksi aset kripto, tergantung apakah transaksi dilakukan melalui exchanger yang terdaftar di Bappebti atau tidak.
Baca Juga: DJP Raup Setoran Pajak Rp 34,91 Triliun dari Kripto hingga P2P Lending Per Maret 2025
Selanjutnya, Pasal 21 PMK 68/2022 mengatur bahwa penjual aset kripto dikenai PPh Pasal 22 Final atas penghasilan dari perdagangan aset kripto yang dilakukannya, baik jual beli dengan mata uang fiat, swap, maupun tukar-menukar dengan barang lain/jasa.
Adapun besarannya, yakni 0,1% (jika transaksi dilakukan melalui exchanger yang terdaftar di Bappebti) atau 0,2% (jika transaksi dilakukan melalui exchanger yang tidak terdaftar di Bappebti) dari nilai transaksi aset kripto.
Selanjutnya: China Bangun Bendungan Terbesar di Dunia, Picu Kekhawatiran India dan Bangladesh
Menarik Dibaca: Meski Kemarau Meluas, Cuaca Hujan Ekstrem Masih Bisa Terjadi di Provinsi Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News