Sumber: Kompas.com | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan 8 tersangka baru kasus korupsi kredit sejumlah bank untuk PT Sritex. Dua diantaranya adalah mantan Direktur Utama PT Bank Banten dan Jawa Barat (BJB), Yuddy Renaldi dan mantan Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah, Supriyanto.
“Pada hari ini telah dilakukan pemeriksaan terhadap delapan orang saksi dan dipanggil pada hari ini, penyidik berkesimpulan, setelah melakukan gelar perkara juga, menetapkan delapan orang tersangka,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Nurcahyo Jungkung Madyo, dalam keteranganya kepada wartawan di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (21/7/2028) jelang pergantian hari.
Baca Juga: Terjerat 2 Kasus,KPK Koordinasikan Perkara yang Menjerat Eks Dirut BJB Yuddy Renaldi
Kasus ini merupakan dugaan tindak pidana korupsi fasilitas kredit dari Bank BPD Jawa Barat-Banten, Bank Jateng, dan Bank DKI Jakarta. Penetapan tersangka ini diperoleh setelah Kejagung memeriksa 175 saksi dan 1 ahli, serta pemeriksaan surat dan dokumen.
Menurut Nurcahyo, akibat pemberian kredit kepada PT Sritex tersebut negara mengalami kerugian mencapai Rp 1.08 triliun. Jumlah tersebut didapat dari perhitungan pemberian kredit dari tiga bank, yakni Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng), Bank Pembangunan Daerah Banten dan Jawa Barat (Bank BJB), dan Bank DKI. Dengan rincian, kredit dari Bank Jateng sebesar Rp 395.663.215.800; Bank BJB sebesar Rp 543.980.507.170; Bank DKI sebesar Rp 149.007.085.018,57.
Berikut masing-masing peran tersangka:
1. Allan Moran Severino, Direktur Keuangan PT Sritex
AMS adalah pihak yang bertugas untuk memproses kredit kepada pihak bank. Nurcahyo mengungkapkan, AMS adalah pihak yang menandatangani permohonan kredit pada Bank DKI dan memproses permohonan pencairan kredit dengan underlying berupa invoice fiktif. Kemudian, AMS disebut menggunakan kredit dari Bank DKI tidak sesuai peruntukan awal.
“Pengajuan kredit ini adalah modal kerja tetapi (AMS) menggunakan uang pencairan tersebut untuk melunasi hutang MTN atau medium term note,” kata Nurcahyo.
2. Babay Farid Wazadi, Direktur Bisnis Bank DKI 2012-2022
Ia adalah pejabat pemegang kewenangan yang memutus pemberian kredit. Menurut Nurcahyo, BFW selaku Direksi Komite A-2 yaitu yang mempunyai kewenangan memutus kredit dari limit Rp 75 miliar sampai dengan Rp 150 miliar, tidak mempertimbangkan adanya kewajiban MTN PT Sritex pada BRI yang akan jatuh tempo. BFW juga disebut tidak meneliti pemberian kredit PT Sritex sesuai norma umum perbankan dan ketentuan Bank.
3. Pramono Sigit, Direktur Teknologi dan Operasional Bank DKI 2015-2021
PS disebut tidak meneliti pemberian kredit PT Sritex sesuai norma umum perbankan dan ketentuan Bank. Selain itu, PS memutuskan untuk memberikan kredit PT Sritex dengan fasilitas jaminan umum tanpa kebendaan walaupun PT Sritex tidak termasuk kategori debitor prima.
Baca Juga: Kejagung Ungkap Alasan Penyitaan 72 Unit Mobil Sritex
4. Yuddy Renaldi, Direktur Utama Bank Banten dan Jawa Barat (BJB) tahun 2019-2025
YR memutuskan untuk memberikan penambahan plafon kepada Sritex hingga sebesar Rp 350 miliar. Padahal, dalam rapat Komite Kredit pengusul memorandum analisis kredit (MAK), YR telah mengetahui kalau PT Sritex tidak mencantumkan kredit existing sebesar Rp 200 miliar dalam laporan keuangannya.
5. Supriyanto, Direktur Utama Bank Jateng 2014-2023
Dalam proses pemberian kredit modal kerja rantai pasok (SCF) kepada PT Sritex, SPRY selaku Direktur Utama Bank Jateng 2014-2023, tidak membentuk Komite Kebijakan Perkreditan atau Komite Kebijakan Pembiayaan (KKP) dan Komite Pembiayaan (KK). Dia juga menyetujui pemberian kredit kepada PT Sritex walaupun mengetahui kewajiban PT Sritex lebih besar dari aset yang dimiliki sehingga kredit tersebut beresiko. Kemudian, SPRY disebut juga menyetujui dan menandatangani usulan Memorandum Analisa Kredit yang diajukan PT Sritex tanpa dilakukan verifikasi secara langsung terhadap kebenaran Laporan Keuangan Audited PT Sritex 2016-2018.
6. Pujiono, Direktur Bisnis Korporasi dan Komersial Bank Jateng tahun 2019
Ia disebut tidak membentuk Komite Kebijakan Perkreditan atau Komite Kebijakan Pembiayaan (KKP) dan Komite Pembiayaan (KK) pada Pemberian fasilitas kredit modal kerja rantai pasok (SCF) kepada PT Sritex. Kemudian, menyetujui pemberian Kredit kepada Sritex walaupun mengetahui kewajiban Sritex lebih besar dari aset yang dimiliki sehingga kredit tersebut beresiko. Selanjutnya, PJN menandatangani MAK yang diajukan Sritex tanpa melakukan verifikasi secara langsung terhadap kebenaran Laporan Keuangan Audited PT Sritex pada tahun 2016-2018. PJN bahkan disebut tidak melakukan evaluasi terkait keakuratan laporan keuangan yang disajikan oleh Analisis Kredit.
7. Benny Riswandi, Senior Executive VP Bank BJB 2019-2024
BR disebut tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai Komite Kredit sesuai dengan prinsip 5C. Saat mengevaluasi permohonan kredit Sritex, dia juga tidak pernah mengevaluasi keakuratan laporan keuangan yang diberikan oleh Analisis Kredit, Divisi Bisnis, dan Divisi Credit Risk. Sebaliknya, Nurcahyo menyebut, Benny hanya mempercayai pemaparan yang disampaikan oleh Pimpinan Divisi Korporasi dan Komersial.
Bahkan, BR memberikan pemberlakuan jaminan tanpa jaminan fisik dan hanya berdasarkan kepercayaan semata berdasarkan keyakinan atas Sritex yang sudah melantai di bursa efek selama tiga tahun. Padahal, BR mengetahui Sritex tengah mengalami penurunan produksi dan penurunan ekspor. Serta, memiliki peningkatan kewajiban karena memiliki kredit di beberapa bank.
8. Suldiarta, Kepala Divisi Bisnis Korporasi dan Komersial Bank Jateng 2018-2020
SD disebut tidak memastikan terselenggaranya kegiatan operasional bank yang sesuai dengan manajemen risiko. SD tidak melakukan Analis Kredit melalui mekanisme Trade Checking. Nurcahyo mengatakan, hal itu menyebabkan analis belum melakukan perhitungan repayment capacity atau kemampuan peminjam untuk memenuhi kewajiban pembayaran pinjaman, termasuk pokok dan bunga, sesuai jadwal yang telah disepakati.
Selain itu, SD menandatangani usulan MAK yang diajukan oleh Sritex tanpa melakukan verifikasi secara langsung terhadap kebenaran Laporan Keuangan Audited PT Sritex 2016-2018. Menurut Nurcahyo, verifikasi dilakukan hanya menggunakan analisa terhadap data-data yang disajikan dalam Laporan Keuangan tersebut. Dia juga tidak melakukan evaluasi terkait keakuratan laporan keuangan yang disajikan oleh Analisis Kredit. Serta, tidak menyusun analisa kredit atau penyediaan dana lainnya atas dasar data yang diterima dan diverifikasi serta diyakini kebenarannya. SD lantas menandatangani Surat Pemberitahuan Persetujuan Limit Supply Chain Financing PT Sritex.
Baca Juga: Terseret Kasus Dugaan Korupsi, Bank BJB Punya Tagihan Kredit Sritex Rp 671,79 Miliar
Atas perbuatannya, para tersangka telah melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo pasal 18 Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan tiga orang tersangka yakni Komisaris Utama PT Sritex, Iwan Setiawan Lukminto (IS); Dicky Syahbandinata (DS) selaku pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten tahun 2020; serta, Zainudin Mapa (ZM) selaku Direktur Utama PT Bank DKI Jakarta tahun 2020.
Selanjutnya: Reku Luncurkan Fitur 24 Jam Overnight Trading, Bisa Fleksibel Investasi Saham AS
Menarik Dibaca: Reku Luncurkan Fitur 24 Jam Overnight Trading, Bisa Fleksibel Investasi Saham AS
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News