Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
Selain itu, opsi mendorong PNBP juga bisa muncul dari menutup celah pendapatan negara dengan pengawasan under invoicing (praktik manipulasi harga) ekspor pertambangan.
Senada, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky memperkirakan hal yang sama. Ia melihat, PNBP tahun ini berpotensi turun lantaran adanya moderasi harga komoditas. Melihat situasi tersebut, Rifky menyarankan pemerintah untuk terus meningkat penerimaan, namun tidak harus fokus pada PNBP.
"Jadi kalau misalnya kemudian PNBP ini akan menurun, pemerintah perlu menggencarkan penerimaan dari sisi penerimaan pajak. Jadi ini sesuai dengan reformasi perpajakan yang sudah dilakukan pemerintah," ujar Riefky.
Baca Juga: Harga Minyak Mentah Melandai, Harga BBM Subsidi Semestinya Bisa Turun
Riefky berharap, dampak implementasi reformasi perpajakan tersebut akan mulai terlihat dampaknya di tahun ini sehingga bisa menahan atau menimimalisir dampak penurunan PNBP akibat normalisasi harga komoditas.
Sementara itu, Pengamat Perpajakan Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar juga memperkirakan penerimaan PNBP tahun ini akan terkontraksi sejalan dengan moderasi harga komoditas.
Pasalnya, penerimaan PNBP di tahun 2022 saja sudah cukup besar, sehingga menurut Fajry, pelemahan harga komoditas akan meningkatkan risiko adanya shortfall penerimaan. Namun, pemerintah telah mengantisipasi risiko shortfall dengan menerapkan target penerimaan PNBP tahun ini yang lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News