kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

MK tolak permohonan uji formil UU kebijakan keuangan negara dalam penanganan Covid-19


Kamis, 28 Oktober 2021 / 16:31 WIB
MK tolak permohonan uji formil UU kebijakan keuangan negara dalam penanganan Covid-19
ILUSTRASI. MK tolak permohonan uji formil UU kebijakan keuangan negara dalam penanganan Covid-19


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang putusan uji formil dan uji materiil Undang-Undang nomor 2 tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Keuangan Menjadi Undang-Undang (UU kebijakan keuangan penanganan Covid-19).

Perkara teregister nomor 37/PUU-XVIII/2020. Pemohon adalah Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA) dalam hal ini diwakili oleh Fransisca Fitri Kurnia Sri selaku Direktur Eksekutif; Desiana Samosir; Muhammad Maulana; Syamsuddin Alimsyah.

Dalam amar putusannya, MK menolak gugatan uji formil UU 2/2020 (UU kebijakan keuangan negara dalam penanganan Covid-19). “Dalam pengujian formil, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dipantau dari Youtube Mahkamah Konstitusi, Kamis (28/10).

Baca Juga: Sidang perdana uji materi, Perppu 1/2020 dinilai menihilkan fungsi anggaran DPR

Terhadap permohonan pengujian formil yang pada pokoknya para Pemohon mendalilkan bahwa dengan tidak dilibatkannya DPD dalam pembahasan UU 2/2020 yang substansinya berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintah daerah telah mereduksi nilai-nilai rule of law dengan demikian kekuasaan DPD dikurangi untuk ikut membahas dan memberikan pertimbangan terhadap isu daerah tidak diaplikasikan secara maksimal dan pengambilan keputusan melalui rapat virtual berpotensi melanggar kedaulatan rakyat dan telah mereduksi esensi pelaksanaan mandat rakyat yang dititipkan kepada para wakilnya di DPR dan juga mereduksi nilai-nilai demokrasi.

Merujuk pertimbangan Mahkamah terhadap ketentuan Pasal 22D ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UUD 1945, menurut Mahkamah, UU 2/2020 merupakan undang-undang yang berasal dari Perpu.

Berdasarkan ketentuan Pasal 22D ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UUD 1945, dari aspek pengusulan sebuah RUU, DPD hanya diberikan kewenangan legislasi sebagaimana diatur dalam Pasal 22D UUD 1945, yakni berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Baca Juga: Ada UU HPP, pemerintah yakin defisit anggaran 2022 akan lebih rendah dari perkiraan

Sementara itu, dari aspek pembahasan, DPD berwenang mengikuti pembahasan terhadap RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah serta memberikan pertimbangan kepada DPR atas Rancangan Undang-Undang tentang APBN dan Rancangan Undang-Undang tentang pajak, pendidikan, dan agama.

Sekalipun sebagian substansi UU 2/2020 mengandung materi yang berkaitan langsung dengan kebijakan anggaran/keuangan negara, namun dikarenakan UU a quo berasal dari Perpu Nomor 1/2020 sehingga secara konstitusional proses penetapan Perpu menjadi undang-undang tunduk kepada norma Pasal 22 UUD 1945.




TERBARU

[X]
×