Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
Putusan Mahkamah sama seperti Undang-Undang yang harus dilaksanakan oleh negara, seluruh warga masyarakat, dan pemangku kepentingan yang ada.
Norma Pasal 59 ayat (2) UU 8/2011 tidak jelas dan menimbulkan ketidakpastian hukum, karena DPR dan Presiden hanya akan menindaklanjuti putusan Mahkamah jika diperlukan saja.
Padahal putusan Mahkamah merupakan putusan yang sifatnya final dan mengikat yang harus ditindaklanjuti oleh DPR dan Presiden sebagai bentuk perwujudan sistem ketatanegaraan berdasarkan UUD 1945 sekaligus sebagai konsekuensi faham negara hukum demokratis yang konstitusional.
Baca Juga: Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi Pemprov Babel soal UU Minerba
Di samping itu, Pasal 59 ayat (2) UU 8/2011 mengandung kekeliruan, yaitu frasa “DPR atau Presiden”, karena berdasarkan Pasal 20 ayat (2) UUD 1945, setiap rancangan Undang-Undang dibahas bersama oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
Karena itu, DPR atau Presiden tidak berdiri sendiri dalam membahas rancangan Undang-Undang, sehingga frasa “DPR atau Presiden” bertentangan dengan Pasal 20 ayat (2) UUD 1945.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, dalil para Pemohon a quo beralasan menurut hukum. Oleh karena itu, Majelis Hakim mengabulkan permohonan para pemohon dan memutuskan pasal ini tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Selanjutnya: 3.500 Buruh Serikat Pekerja Nasional di Bogor mogok kerja tolak UU Cipta Kerja
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News