Reporter: Yudho Winarto | Editor: Amal Ihsan
JAKARTA. Perseteruan antaran Prem Ramchand Haarjani, pemilik Renaissance Capital Management Investment Pte Ltd, dengan Merrill Lynch, Pierce, Fenner & Smith (MLPFS) dan Merrill Lynch International Bank Limited (MLIB) akhirnya mereda. Merrill Lynch memilih mencabut gugatannya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terhadap Prem.
Pencabutan gugatan dengan nomor perkara 319 dilakukan Merrill Lycnh dimuka persidangan pada 1 April lalu. Ketua Majelis Hakim Gosen Butar Butar pun menerima pencabutan gugatan ini. Di muka persidangan, Merrill Lycnh menegaskan alasan pencabutan ini lantaran telah terjadi kesepakatan perdamaian dengan Prem. Saat ini, para pihak tinggal menunggu penetapan pencabutan tersebut.
Terkait pencabutan gugatan ini, Tedy Rachmanto, Kuasa Hukum Merril Lynch menolak memberikan penjelasan. Begitu pula Kuasa Hukum Prem, Hartono Tanuwidjaja juga enggan berkomentar. "Silakan melakukan konfirmasi dengan pihak yang mengajukan pencabutan gugatan," katanya, Selasa (9/4).
Sebelumnya, Hartono pernah menyebutkan Merrill Lynch menyodorkan proposal perdamaian ke pihaknya. Saat itu, Hartono menjelaskan, pihaknya bersedia berdamai dengan Merrill Lynch asalkan perusahaan keuangan itu bersedia membayarkan ganti rugi dengan kisaran US$ 11 juta sampai US$ 23 juta.
Sekedar informasi, kasus ini bermula pada Juni 2008, ketika Prem dalam kapasitasnya sebagai pemilik dan direktur dari Renaissance Capital Management Investment Pte Ltd, meminta Merrill Lynch, Pierce, Fenner & Smith (MLPFS) melalui Merrill Lynch International Bank Ltd (MLIB) di Singapura, untuk membeli 120 juta lembar saham PTTI senilai US$ 14,3 juta. Karena saham yang dibeli berada di Indonesia, maka eksekutor pembelian tersebut adalah Merrill Lynch Indonesia.
Berkaitan dengan dana tunai yang akan dipakai untuk membayar transaksi tersebut, Prem berjanji kepada MLPFS bahwa dana tunai sebesar US$ 14,3 juta akan ditransfer pada tanggal penyelesaian transaksi yaitu 26 Juni 2008. Pada kenyataannya, baik Prem maupun Renaissance tidak pernah mentransfer dana yang disyaratkan pada tanggal penyelesaian transaksi.
Setelah Prem berulang kali berjanji dan kemudian ternyata gagal mengirim dana yang cukup untuk menutup transaksi tersebut, maka MLPFS menggunakan haknya yang tercantum di dalam kontrak untuk melikuidasi rekening Renaissance di MLPFS, termasuk melalui penjualan saham-saham PTTI.
Karena saham-saham PTTI dan aset-aset lain yang ada di rekening Renaissance sulit dijual (illiquid), MLPFS membutuhkan waktu lebih dari satu tahun untuk menjualnya. Pada saat MLPFS berhasil melikuidasi rekening Renaissance, MLPFS hanya mampu memperoleh US$ 2,2 juta dari transaksi tersebut. Dengan demikian, Renaissance masih berutang sekitar US$ 9,4 juta.
Kasus antara Prem dengan Merrill Lynch ini kembali mengemuka setelah adanya pengumuman somasi dari tim kuasa hukum Prem pada akhir Juli 2012 kemarin yang dipublikasikan di beberapa surat kabar. Dalam somasi itu, Prem melalui kuasa hukumnya mensomasi MLIB dan MLINDO agar membayar ganti rugi senilai total Rp 251 miliar yang sudah diputuskan Pengadilan Negeri(PN) Jakarta Selatan pada 2008 dalam tujuh hari setelah somasi disampaikan. Putusan PN Jaksel itu juga dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 2010 dan Putusan Mahkamah Agung pada 2011.
Dalam somasi tersebut, juga disebutkan bahwa jika permintaan tersebut tidak dikabulkan, Harjani akan meminta Bapepam-LK sebagai otoritas pasar modal mensuspensi perdagangan yang dilakukan Merrill Lynch Indonesia. Selain itu, Harjani juga berniat mengajukan pemblokiran akun-akun Merrill Lynch Indonesia dan Merrill Lynch International.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News