Reporter: Yudho Winarto | Editor: Dadan M. Ramdan
JAKARTA. Perseteruan antara Prem Ramchand Hirjani, pemilik Renaissance Capital Management Investment Pte Ltd, dengan Merrill Lynch mulai menemui jalan tengah. Keduanya mulai mau membuka pintu perdamaian.
Kuasa Hukum Renaissance, Hartono Tanuwidjaja, mengatakan Merrill Lynch sudah mengajukan permohonan perdamaian terkait sengketa yang sudah berlangsung sejak tahun 2008 ini. Sejauh ini, proses perdamaian tengah berlangsung.
Tapi, Hartono menegaskan, pihaknya bersedia berdamai dengan Merrill Lynch asalkan perusahaan keuangan asal Amerika Serikat itu bersedia membayarkan ganti rugi. "Sekarang tengah negosiasi pembayaran ganti rugi dalam rentan US$ 11 juta sampai US$ 23 juta," katanya.
Asal tahu saja, Mahkamah Agung (MA) sudah memenangkan kubu Prem. MA memerintahkan Merrill Lynch membayar ganti rugi sebesar Rp 251 miliar. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pun sudah mengirimkan surat permohonan pemblokiran rekening perusahaan asal negeri Paman Sam itu ke BEI dan KSEI.
Frans Hendra Winarta, Kuasa Hukum Merrill Lynch mengakui adanya upaya perdamain. Namun dirinya enggan untuk memberikan komentar lebih lanjut perihal proses tersebut. "Kami tidak ikut campur karena ini antar principles," jelasnya. Namun, Frans menuturkan, langkah hukum Merrill Lynch yang menggugat Renaissance di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tetap berjalan.
Saat ini, Merrill Lynch memang sedang mengugat Prem. Dalam gugatannya, Merrill Lynch meminta pada pengadilan agar mengesahkan putusan putusan pengadilan Tinggi Singapura SGHC 249 pada tanggal 26 Agustus 2010 merupakan suatu akta otentik yang memiliki kekuatan hukum. Putusannya Prem dan Renaissance untuk membayar kerugian sebesar US$ 9,4 juta ke Merrill Lynch.
Pangkal masalah sengketa ini saat Renaissance Capital mendapatkan kredit dari Merril Lynch sebesar US$ 17 juta pada 2008. Harjani menggunakan fasilitas kredit tersebut untuk membeli 120 juta lembar saham PT Triwira Insan Lestari Tbk. Namun belakangan, Merrill Lynch mencabut fasilitas kredit itu.
Nah, keduanya saling bergantian mengajukan gugatan baik di Indonesia maupun Singapura. Akhirnya, pengadilan Indonesia memenangkan Prem, sedangkan pengadilan Singapura memenangkan Merrill Lynch.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News