kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menunggu proyek jitu antibanjir di Jakarta


Jumat, 18 Januari 2013 / 07:52 WIB
Menunggu proyek jitu antibanjir di Jakarta
ILUSTRASI. Petugas teller melayani nasabah di kantor cabang BNI Tangerang Selatan, Selasa (22/6). ./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/22/06/2021.


Reporter: Fahriyadi, Dadan M. Ramdan | Editor: Dadan M. Ramdan

JAKARTA. Pemerintah akhirnya menetapkan kondisi darurat untuk wilayah DKI Jakarta, menyusul banjir yang mengepung Ibukota negeri ini. Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo menyatakan, Jakarta dalam posisi tanggap darurat hingga akhir Januari 2013.

Mantan Walikota Solo itu, Kamis (17/1), menggelar pertemuan dengan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono, Menteri Pekerjaan Umum (PU), Djoko Kirmanto, Kepala BNPB, Syamsul Maarif, serta Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan, Musliar Kasim, di Balaikota Jakarta.

Jakarta darurat banjir sejatinya bukan kali ini saja. Berdasarkan catatan sejarah, ketika Jakarta masih bernama Batavia, kota ini sudah beberapa kali dilanda banjir bandang. Hal itu terjadi pada tahun 1621, 1654, 1873, dan 1918. Kemudian, pada periode terakhir ini, banjir besar terjadi pada tahun 1979, 1996, 1999, 2002, dan 2007.

Usia upaya penanggulangan banjir di Jakarta bisa dibilang hampir setua dengan umur kota ini. Hanya saja, pada zaman kolonial Belanda, frekuensi banjir datang setiap 20 tahun sekali, kemudian menjadi setiap 10 tahun, dan kini menjadi setiap lima tahun.

Pemprov DKI tentu tidak tinggal diam atas fenomena alam yang terus berulang dan makin gawat ini. Warga DKI tentu mengenal proyek Banjir Kanal Barat (BKB) dan Banjir Kanal Timur (BKT). Sayangnya, BKB tak berdaya mengalirkan derasnya air yang menggelontor dari Bogor dan Depok. Sedangkan, pembangunan BKT tersendat akibat masalah pembebasan lahan.

Jakarta lumpuh
Menurut Kepala Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, BKT tidak mampu menampung debit air yang terus datang dari Bogor lewat Sungai Ciliwung dan berbagai sungai dari Tangerang. Akibatnya, sebagian wilayah Jakarta lumpuh. Aliran BKB meluber di Jelambar dan Dukuh Atas. Bundaran Hotel Indonesia berubah menjadi empang raksasa. Banjir pun merendam kantor Jokowi.

Pun Jalan di sekitar MH Thamrin dan Gedung Bank Indonesia tergenang air sehingga antrean kendaraan mengular panjang.
Kini, Pemprov DKI dan Pemerintah Pusat membentuk tim pengkaji proyek terowongan multifungsi alias Multi Purpose Deep Tunnel (MPDT). Bulan depan, tim menargetkan bisa memberikan rekomendasi atas kelayakan deep tunnel. "Tim bekerja untuk mengkaji efektivitas deep tunnel," kata Muhammad Hasan, Dirjen Sumber Daya Air, Kementerian PU. Sejauh ini, perkiraan kebutuhan dana membuat deep tunnel Rp 22 triliun.

Ada lagi proyek prestisius bernama great sea wall atawa tembok raksasa sepanjang 40 kilometer yang membentang dari barat hingga timur Jakarta. Proyek bernilai US$ 26 miliar ini juga masih menuai pro dan kontra di masyarakat.

Darrundono, pengamat perkotaan dan lingkungan menilai, pembangunan infrastruktur antibanjir secara teknis cukup penting untuk mengeliminasi dampak banjir. "Tapi, percuma jika kondisi lingkungan di wilayah penyangga tidak dibenahi," jelasnya.

Meski begitu, Jokowi bertekad akan menjajaki plus-minus proyek antibanjir tersebut sampai ketemu mana yang paling jitu bisa membebaskan Jakarta dari air bah itu. "Terpenting, banjir di Jakarta harus diselesaikan bersama-sama," tegasnya.

Terlepas dari semua upaya itu, Jakarta memang lekat dengan banjir jika merujuk perspektif sejarah dari lahirnya salah satu kota tertua ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×