Reporter: Siti Masitoh | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kebijakan fiskal di era Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dinilai memiliki pendekatan yang berbeda dibandingkan pendahulunya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (2016–2025).
Yang paling menonjol adalah, Purbaya menyalurkan dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp 200 triliun kepada lima bank plat merah. Selain itu, Purbaya juga akan mendorong percepatan belanja.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, arah kebijakan yang lebih ekspansif terutama lewat realokasi SAL ke bank-bank plat merah dan percepatan belanja memang cukup masuk akal, mengingat inflasi masih terkendali dan likuiditas belum berputar cepat.
Berdasarkan data Bank Indoensia (BI) menunjukkan pertumbuhan uang beredar luas (M2) pada Juli 2025 tumbuh 6,5% year on year (yoy), dan uang beredar sempit atau M1 tumbuh 8,7% yoy, sedangkan uang primer (adjusted) masih ekspansif.
Baca Juga: Ekonom Sebut Menkeu Purbaya adalah Menteri Reflasi, Apa Itu?
“Ini memberi ruang likuiditas tanpa langsung menimbulkan tekanan harga yang berlebihan,” tutur Josua kepada Kontan, Minggu (14/9/2025).
Dampak kebijakan fiskal biasanya paling cepat terlihat di pasar utang. Kredibilitas eksekusi, menurut Josua, menjadi faktor penentu utama arah imbal hasil SBN dan credit default swap (CDS).
Menurutnya, apabila pasar melihat defisit APBN tetap terkendali dan koordinasi fiskal-moneter konsisten, imbal hasil cenderung stabil atau turun. Seperti yang terlihat pada Agustus 2025 ketika indeks obligasi atau Indonesia Composite Bond Index (ICBI) menguat dan rata-rata yield SBN turun sekitar 17 bps month to date (mtd), seiring aliran beli asing bersih.
Meski demikian, Josua mengingatkan, bila narasi defisit melebar tanpa arah pembiayaan yang jelas, yield bisa berbalik naik dan CDS melebar, terutama bila memicu pelemahan rupiah.
Terkait penggunaan alokasi SAL, Josua menambahkan, pasar juga turut mencermati risiko distorsi dari penempatan SAL di bank.
Josua menegaskan ada pagar pengaman yang jelas. “Dana penempatan pemerintah di bank tidak boleh dipakai membeli SBN maupun SRBI, sehingga tidak menimbulkan distorsi permintaan buatan di pasar obligasi negara,” ungkapnya.
Baca Juga: Siapkan Paket Stimulus, Menkeu Purbaya Siap Utak-Atik Anggaran
Sebaliknya, stabilisasi yield dijalankan lewat bauran BI, mulai dari penurunan posisi SRBI, pembelian SBN di pasar sekunder, hingga debt switching.
Dampaknya ke Beban Bunga
Di sisi APBN, Josua membedakan dua hal penting. Pertama, penempatan dana pemerintah pada bank bukanlah utang baru, melainkan deposito on call yang memberi imbal hasil ke pemerintah sebesar 80,476% dari BI-Rate.
“Instrumen ini bukan utang pemerintah yang menambah beban bunga, melainkan pengelolaan kas berimbal hasil,” katanya.
Kedua, beban bunga SBN tetap bergantung pada volume penerbitan dan level yield. Komitmen disiplin fiskal dan mekanisme pembagian tambahan bunga oleh BI untuk program tertentu disebut bisa membantu meredam biaya dana agregat.
Baca Juga: Menkeu Purbaya Guyur Perbankan Rp 200 Triliun, Emiten di Sektor Ini Akan Dapat Berkah
Meski begitu, Josua mengingatkan risiko tetap ada bila ekspansi terlalu agresif. Diantaranya, bila target pertumbuhan dikejar dengan mengabaikan jalur defisit dan kualitas belanja, risiko capital outflow meningkat, rupiah tertekan, lalu yield dan CDS melebar.
Kemudian, transmisi ke sektor riil bisa tersendat ketika permintaan kredit masih moderat. “Asesmen BI atas Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) menunjukkan margin keuntungan bank sempat tertekan, sementara suku bunga kredit prioritas KLM memang turun untuk mendorong intermediasi,” paparnya.
Untuk itu, Josua menilai ada beberapa mitigasi penting dilakukan agar risiko pasar tetap terjaga. Di antaranya menjaga defisit tetap di bawah 3% PDB sambil mempercepat belanja ber-multiplier tinggi, menjaga konsistensi bauran BI penurunan stok SRBI, dan operasi SBN di sekunder yang terukur.
Selanjutnya, melakukan stabilisasi nilai tukar, memperkuat manajemen utang aktif lewat debt switching dan porsi investor domestik, disiplin dalam penempatan dana sesuai kesiapan proyek, serta ring-fencing sektor sasaran dengan monitoring bulanan sebagaimana diwajibkan dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK).
Selanjutnya: Saham BBCA Kembali ke Level Rp 8.000 pada Sesi I Perdagangan Senin (15/9)
Menarik Dibaca: Poco C85 Sematkan Baterai Super Jumbo, Fiturnya Komplit dengan Harga yang Hemat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News