kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.360.000   29.000   1,24%
  • USD/IDR 16.616   9,00   0,05%
  • IDX 8.067   -160,68   -1,95%
  • KOMPAS100 1.104   -18,58   -1,66%
  • LQ45 772   -16,13   -2,05%
  • ISSI 289   -5,28   -1,79%
  • IDX30 403   -8,81   -2,14%
  • IDXHIDIV20 455   -7,63   -1,65%
  • IDX80 122   -2,25   -1,82%
  • IDXV30 131   -1,45   -1,10%
  • IDXQ30 127   -1,92   -1,49%

Menkeu Beri Sinyal Penurunan Tarif PPN pada 2026, Ini Catatan Pengamat!


Selasa, 14 Oktober 2025 / 18:14 WIB
Menkeu Beri Sinyal Penurunan Tarif PPN pada 2026, Ini Catatan Pengamat!
ILUSTRASI. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memberi keterangan usai pertemuan dengan sejumlah direksi perbankan pelat merah dan swasta serta perusahaan sekuritas di Gedung Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Senin (13/10/2025). Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa membuka opsi untuk menurunkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) pada 2026. Ini catatan pengamat.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID-JAKARTA Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa membuka opsi untuk menurunkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) pada 2026.

Hal ini dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat yang saat ini tengah tertekan.

Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai, meskipun kebijakan penurunan tarif PPN menjadi kewenangan pemerintah, ada sejumlah hal penting yang perlu dipertimbangkan secara matang.

Menurut Fajry, penurunan konsumsi masyarakat bukan disebabkan oleh tingginya tarif PPN, melainkan oleh sulitnya kelompok muda mendapatkan lapangan kerja. 

Kondisi tersebut dipicu oleh tingginya ketidakpastian ekonomi di dalam negeri, yang membuat pelaku usaha menunda ekspansi. 

Baca Juga: Kawan Lama Group Perluas Jangkauan Bisnis ke Palangka Raya lewat Lima Gerai Baru

"Kalau ditujukan untuk mendorong konsumsi saya kira kurang tepat," ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Selasa (14/10).

Ia menambahkan, kontribusi penerimaan PPN dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) terhadap total penerimaan pajak dalam APBN 2026 mencapai sekitar 42,2%, atau hampir setengah dari total penerimaan pajak. 

Karena itu, jika tarif PPN diturunkan, potensi kehilangan penerimaan sangat besar.

"Target penerimaan pajak dalam APBN 2026 sendiri sudah terlalu tinggi, sangat tidak rasional. Jika tarif diturunkan, ada risiko pembengkakan defisit APBN 2026," katanya.

Fajry juga mengingatkan dampak penurunan tarif terhadap stabilitas makroekonomi. Menurutnya, bila pengelolaan APBN tidak dilakukan secara hati-hati, kepercayaan investor bisa terganggu. 

Lebih lanjut, Fajry menyinggung pengalaman negara lain seperti Vietnam yang sempat menurunkan tarif PPN. Namun, langkah tersebut dibarengi dengan efisiensi belanja pemerintah dan pemangkasan birokrasi.

Kondisi ini berbeda dengan Indonesia, di mana pemerintahan Prabowo Subianto justru membutuhkan dana besar untuk merealisasikan janji politiknya, termasuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang memerlukan dana sekitar Rp 335 triliun.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute Ariawan Rahmat menilai secara prinsip penurunan tarif PPN bisa dilakukan, asalkan disertai kompensasi kebijakan yang jelas.

"Pada dasarnya saya setuju dengan wacana penurunan PPN tersebut jika dilakukan. Namun, harus diakui bahwa secara teknis dan fiskal, pemotongan tarif PPN secara menyeluruh (across-the-board) dari 11% ke tingkat yang jauh lebih rendah harus dibarengi dengan paket kompensasi yang jelas," kata Ariawan.

Ia menyarankan agar setelah penurunan tarif, pemerintah memprioritaskan reformasi administrasi pajak yang memiliki return on investment tinggi.

Misalnya dengan mempercepat digital invoicing, meningkatkan audit dan penagihan terhadap wajib pajak besar, mengintegrasikan data e-invoicing dan perbankan, serta memperluas basis PKP.

"Studi empiris menunjukkan administrasi dapat menghasilkan tambahan penerimaan yang besar tanpa menaikkan tarif," pungkasnya.

Baca Juga: OJK: Artificial Intelligence Sudah Digunakan di Industri Fintech Lending

Selanjutnya: Kawan Lama Group Perluas Jangkauan Bisnis ke Palangka Raya lewat Lima Gerai Baru

Menarik Dibaca: Mau Bibir Plumpy? Ini 6 Tips Bibir Plumpy Alami Tanpa Filler

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×