kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menilik efektifitas PKPU Kepalitan


Rabu, 03 April 2019 / 15:47 WIB
Menilik efektifitas PKPU Kepalitan


Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penggunaan media pengadilan untuk penyelesaian utang semakin diminati oleh para debitur. Hal itu terlihat dari jumlah perkara penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang terus meningkat dalam empat tahun terkahir.

Salah satunya di Pengadilan Niaga (PN) Jakarta Pusat saja, jumlah perkara PKPU di kuartal satu ini sudah mencapai 74 perkara. Jumlah ini naik dua kali lipat dibanding tahun lalu di periode yang sama sebanyak 40 perkara saja.

Menurut para pengamat dan praktisi, ada beberapa faktor yang menjadi pendorong hal tersebut. Bobby R. Manalu, pengamat dan praktisi perdata khusus (PKPU/Kepailitan) sekaligus partner firma hukum SSMP mengatakan, faktor pertama yakni debitur sudah semakin mengenal PKPU dan kepailitan.

Kedua, bagi kreditur PKPU dan kepailitan dinilai lebih kuat untuk menekan debitur melakukan pembayaran, dibanding sekedar gugatan perdata yang memakan waktu lama. Ketiga, debitur sudah tidak malu-malu lagi untuk masuk dalam PKPU.

"Sebab, sudah ada beberapa perusahaan big names yang masuk restrukturisasi, maka instrumen PKPU dinilai tidak lagi “begitu memalukan” untuk ditempuh," katanya kepada Kontan.co.id, Rabu (3/4).

Karena sejatinya, memang instrumen PKPU ini diberikan oleh Undang-Undang untuk membantu debitur yang kesulitan likuiditas untuk mencari perlindungan. Terkahir, tidak lain bagi perbankan, ada jangka waktu yang jelas dalam proses PKPU dalam pengembalian kredit.

"Artinya, PKPU memberikan persepsi adanya kepastian hukum, sehingga baik untuk ditempuh dan recovery rate-nya juga tidak buruk," tambah Bobby. Mengutip World Bank, peringkat pengembalian PKPU di Indonesia khususnya Jakarta termasuk yang cukup baik yakni 64,8.

Maka tak heran, berdasarkan data BKPM dalam ease of doing business (EODB) 2019, resolving insolvency Indonesia berada di peringkat 34 naik empat peringkat dari tahun lalu. Alhasil, ini merupakan peringat tertinggi yang pernah dialami Indonesia.

Meskipun secara keseluruhan, indeks kemudahan berusaha (EODB) Indonesia di 2019 turun satu peringkat dari tahun lalu di posisi 73. "Artinya instrumen PKPU/Kepailitan dinilai mulai efisien," tutup Bobby.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×