kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.886.000   2.000   0,11%
  • USD/IDR 16.555   -55,00   -0,33%
  • IDX 6.980   147,08   2,15%
  • KOMPAS100 1.012   25,10   2,54%
  • LQ45 787   21,71   2,84%
  • ISSI 220   2,17   0,99%
  • IDX30 409   11,84   2,98%
  • IDXHIDIV20 482   15,28   3,27%
  • IDX80 114   2,54   2,27%
  • IDXV30 116   2,05   1,79%
  • IDXQ30 133   4,16   3,22%

Mengapa Investor Ogah Lirik Sektor Padat Karya?


Selasa, 24 Januari 2023 / 20:08 WIB
Mengapa Investor Ogah Lirik Sektor Padat Karya?
ILUSTRASI. Rari realisasi investasi Indonesia di tahun lalu, serapan padat modal masih mendominasi.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi sepanjang 2022 mencapai Rp 1.207,2 triliun. Realisasi itu mencapai 100,61% dari target investasi tahun 2022 yang sebesar Rp 1.200 triliun.

Meski begitu, dari realisasi investasi tersebut, serapan padat modal masih mendominasi. BKPM mencatat, secara sektoral, industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya masih menguasai investasi dengan nilai sebesar Rp 171,2 triliun.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, ada banyak hal yang membuat sektor padat karya tidak lagi menjadi tujuan investasi di Indonesia.

Pertama, Yusuf melihat, dari sisi global daya saing komparatif sektor padat karya misalnya industri tekstil dalam produk tekstik itu relatif mulai berkurang, digantikan oleh negara-negara seperti Bangladesh yang mempunyai keunggulan komparatif lebih baik.

Baca Juga: Realisasi Investasi Selama Kuartal IV-2022 Capai Rp 314,8 Triliun

Sementara dari dalam negeri, permasalahan daya saing juga menjadi salah satu alasan yang membuat membuat mengapa sektor padat karya tidak lagi dilirik sebagai tujuan investasi utama. Adapun untuk mendorong kembali sektor padat karya ada beragam hal yang bisa dilakukan.

Menurut Yusuf, perlu dipertimbangkan bagi pelaku usaha dan juga pemerintah untuk mencari pangsa pasar ekspor baru yang bisa bersaing dengan negara-negara yang mengandalkan sektor padat karya untuk pengembangan ekonominya, misalnya saja Bangladesh.

Sementara dari dalam negeri, reformasi struktural dan produk turunannya perlu dipastikan agar bisa bekerka secara optimal terutama di tahun ini.

"Karena setelah 2 tahun kemarin tentu ada keterlambatan dari upaya industrialisasi yang dilakukan oleh pemerintah, sehingga di tahun ini upaya untuk mempercepat redustrilisasi itu menjadi penting," kata Yusuf.

Yusuf menegaskan, reformasi struktural menjadi salah satu kunci yang bisa dilakukan untuk kembali mendorong investasi di sektor padat karya.

Baca Juga: Investasi yang Masuk pada 2022 Masih Didominasi Sektor Padat Modal, Ini Kata Bahlil

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Cara Praktis Menyusun Sustainability Report dengan GRI Standards Strive

[X]
×