Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Terkait pembelajaran tatap muka, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menyebut, dari statistik Indonesia termasuk tertinggal dalam pelaksanaannya.
Nadiem memaparkan, dari 23 negara di kawasan Asia Timur dan Asia Pasifik, sebanyak 85% sudah membuka sekolah tatap muka bagi siswanya. Hanya ada 15% negara yang belum membuka pembelajaran tatap muka dan Indonesia termasuk di dalamnya.
"Kita lihat satu statistik yang cukup mengkhawatirkan saya. Dari semua 23 negara di kawasan Asia timur dan Pasifik, 85% dari semua negara tersebut sudah buka sekolahnya kita tertinggal. Kita ada dalam 15%-nya dari negara itu yang masih melakukan cuman partially open. Kalau cuma 15% ya bisa dibilang kebanyakan tertutup," ujar Nadiem saat rapat kerja bersama Komisi X DPR RI pada Kamis (18/3).
Maka, jika tak ingin tertinggal semakin jauh dengan negara-negara lain, Pemerintah harus segera mengambil keputusan mengenai pembelajaran tatap muka.
Baca Juga: Soal pembelajaran tatap muka sekolah di Jateng, Ganjar: Kita persiapkan dulu
Nadiem membandingkan dengan Amerika yang kondisi kasus Covid-19 disana lebih buruk dibanding Indonesia. Dengan kondisi tersebut, Amerika sudah mencapai 40% pembelajaran tatap muka.
"Amerika saja sekarang dengan kondisi Covid-19 yang jauh lebih parah, walaupun mereka vaksinasinya lumayan cepat, tapi dengan kondisi Covid-19 yang jauh lebih parah daripada kita, sudah 40% sekolah [di Amerika] melakukan tatap muka," imbuhnya.
Namun Nadiem tetap menggarisbawahi bahwa pembelajaran tatap muka tetap dilakukan secara terbatas. Serta diakselerasi dengan penerapan protokol kesehatan.
Nadiem menambahkan, ketika sudah dilakukan vaksinasi kepada pendidik dan tenaga kependidikan, maka sekolah harus memberikan pilihan untuk adanya pembelajaran tatap muka.
"Artinya dia wajib melayani tatap muka bagi orang tua yang menginginkan anaknya tatap muka. Tapi bagi orang tua yang tidak menginginkan anaknya tatap muka itu adalah keputusan mereka untuk anaknya masih belajar di rumah. Jadinya ujung-ujungnya keputusannya di orang tua," tegas Nadiem.
Baca Juga: Mendikbud targetkan sekolah tatap muka di seluruh Indonesia bisa digelar pada Juli
Pembelajaran tatap muka terbatas terdapat berbagai macam kriteria. Diantaranya, satuan pendidikan harus memenuhi daftar periksa pembelajaran tatap muka sebelum memulai layanan pembelajaran tatap muka terbatas. Kemudian, pembelajaran tatap muka terbatas dikombinasikan dengan pembelajaran jarak jauh, untuk memenuhi protokol kesehatan.
"Karena bagaimanapun, kapasitasnya cuman 50%. Jadi mau nggak mau setiap sekolah itu harus melakukan hybrid mode," ujarnya.
Selain itu, orang tua wali dapat memutuskan bagi anaknya untuk tetap melakukan pembelajaran jarak jauh, walaupun satuan pendidikan sudah memulai tatap muka terbatas. Kemudian, warga satuan yang memiliki komorbiditas tidak terkontrol masih dilarang untuk melakukan pembelajaran tatap muka terbatas.
Baca Juga: Kejar vaksinasi bagi tenaga pendidik, Mendikbud ingin sekolah tatap muka dimulai
"Kemudian, kepala satuan pendidikan, pemerintah daerah, kanwil Kemenag wajib memantau dan dapat wajib memberhentikan sementara pembelajaran tatap muka kalau ada konfirmasi positif," kata Nadiem.
Adapun Nadiem juga meluruskan bahwa pelaksanaan pembelajaran tatap muka terbatas menjadi kewenangan dari Pemerintah Daerah. "Di bulan Januari semua zona kita perbolehkan kalau Pemda-nya mengizinkan untuk bisa mengakomodasi teman-teman kita anak-anak kita yang nggak punya akses internet atau dia benar-benar nggak bisa melakukan PJJ, atau tidak ada gawai, tapi kenyataannya masih belum terjadi," ungkapnya.
Selanjutnya: PPKM kabupaten Bogor diperpanjang lagi, simak 15 aturan terbarunya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News