Reporter: Abdul Basith | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah optimistis peninjauan Generalized System of Preferences (GSP) oleh Amerika Serikat (AS) selesai Desember 2019. GSP adalah kebijakan untuk meringankan bea masuk impor barang-barang tertentu dari negara berkembang, termasuk Indonesia ke AS.
Hal itu diungkapkan setelah Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka. Indonesia akan mengirimkan tim negosiasi ke AS awal Desember mendatang.
Baca Juga: Menteri Perdagangan AS bertandang ke kantor Menko Airlangga, ini yang dibahas
"Kita bicara juga mengenai masalah fasilitasi GSP, mungkin awal Desember kita akan mengirim tim negosiasi untuk menyelesaikan," ujar Menteri Luar Negeri Retno Marsudi usai mendampingi Jokowi, Rabu (6/11).
Kedua negara optimistis dapat menyelesaikan peninjauan fasilitas GSP dengan saling menguntungkan. Fasilitas GSP diberikan AS kepada negara berkembang untuk sejumlah produk.
AS memberikan fasilitas tersebut untuk mendorong perdagangan. Namun, pada masa pemerintahan Donald Trump, AS melakukan peninjauan fasilitas GSP ke sejumlah negara penerima.
Baca Juga: Tips sukses dari Miliarder Ray Dalio pendiri hedge fund terbesar di dunia
Bahkan AS mencabut fasilitas GSP untuk sejumlah negara. Salah satunya adalah India yang sebelumnya mendapat fasilitas GSP dari AS.
Pengiriman tim negosiasi Indonesia ke AS juga disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Airlangga menegaskan perundingan GSP selesai akhir tahun 2019.
"Kita akan kirim di bulan Desember, sehingga bisa diselesaikan sebelum Christmas," terang Airlangga.
Ia bilang, sejumlah kesepakatan telah diselesaikan dalam pembahasan GSP antara Indonesia dengan AS. Berdasarkan perkiraan, kesepakatan telah selesai sekitar 80%.
"Sebagian besar 80% sudah selesai, yang masih belum, nanti ada yang dimasukkan dalam omnibus law," jelas Airlangga.
Baca Juga: Diberi waktu satu bulan, Mahendra kejar penyelesaian peninjauan GSP dari AS
Salah satu yang dinilai sudah rampung terkait kelonggaran persyaratan penempatan pusat data. Kewajiban penempatan pusat data di dalam wilayah Indonesia telah dilonggarkan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) 71 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE) mengubah kewajiban tersebut hanya untuk penyelenggara sistem elektronik lingkup publik.
Baca Juga: Warren Buffett memprediksi kejatuhan pasar saham, apakah dia benar?
"PP nya sudah ada, tinggal kita implementasi hukumnya," ungkap Airlangga.
Sementara itu syarat lain mengenai kelonggaran terhadap Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) masih akan dibahas lebih lanjut. Pembahasan dilakukan dengan otoritas keuangan seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).
Selain GSP, Indonesia dan AS juga mendorong peningkatan perdagangan 2 kali lipat dalam 5 tahun ke depan. Salah satu produk yang didorong Indonesia adalah furnitur dan tekstil dengan imbal dagang produk kapas dan gandum dari AS.
Baca Juga: Jeff Bezos: Ini satu-satunya prinsip kepemimpinan Amazon yang paling mengejutkan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News