kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   6.000   0,39%
  • USD/IDR 16.200   -65,00   -0,40%
  • IDX 7.080   -2,93   -0,04%
  • KOMPAS100 1.048   -3,07   -0,29%
  • LQ45 822   1,36   0,17%
  • ISSI 211   -2,01   -0,94%
  • IDX30 422   2,45   0,58%
  • IDXHIDIV20 505   4,21   0,84%
  • IDX80 120   -0,32   -0,26%
  • IDXV30 123   -1,69   -1,35%
  • IDXQ30 140   1,02   0,74%

Menakar Syarat Pencalonan Presiden dan Wapres Pasca MK Hapus Presidential Threshold


Minggu, 05 Januari 2025 / 06:30 WIB
Menakar Syarat Pencalonan Presiden dan Wapres Pasca MK Hapus Presidential Threshold
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (kanan) didampingi Wakil Ketua MK Saldi Isra (kiri) bersiap memimpin sidang putusan uji materi undang-undang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (2/1/2025). Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus persyaratan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen kursi di DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang diputuskan dalam sidang pamungkas atas perkara 62/PUU-XXII/2024. ANTARA FOTO/Fauzan/rwa.


Sumber: Kompas.com | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold melalui putusan perkara nomor 62/PUU-XXII/2024. 

Tetapi, Mahkamah juga memberikan lima pedoman bagi pembentuk undang-undang untuk melakukan rekayasa konstitusional agar tidak muncul pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dengan jumlah yang terlalu banyak. 

Lantas, bagaimana mekanisme atau ketentuan pembatasan jumlah capres-cawapres yang paling memungkinkan untuk menggantikan presidential threshold? 

Baca Juga: Mahkamah Konstitusi (MK) Hapus Ketentuan Presidential Threshold

Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno mengakui memang agak sedikit sulit merekayasa pembatasan jumlah capres-cawapres. 

Pasalnya, menurut Adi, pembatasan juga akan bertentangan dengan semangat dari putusan MK menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden. 

“Agak rumit kalau mau dipaksakan bikin rekayasa, misalnya memang harus diperketat soal syarat bagi partai politik untuk ikut pemilu karena siapa pun partai politik yang ikut pemilu dia berhak mengajukan capres dan cawapres,” kata Adi kepada Kompas.com, Jumat (3/1/2025). 

Oleh karena itu, Adi mengatakan, salah satu cara yang memungkinkan adalah memperketat syarat bagi partai politik (parpol) ikut sebagai peserta pemilihan umum (pemilu). 

“Nah, syarat ikut pemilu itu yang saya kira harus diperketat secara signifikan,” ujarnya. 

Baca Juga: Hakim MK Anwar Usman Dissenting Opinion dalam Putusan Presidential Threshold

Kemudian, Adi menyebut, cara lain yang mungkin bisa dilakukan adalah mensyaratkan capres-cawapres diusung minimal koalisi dari dua parpol peserta pemilu. 

Dengan tujuan, mengantisipasi setiap parpol peserta pemilu mengajukan pasangan calonnya masing-masing pada pemilihan presiden (pilpres). 

“Kedua, kalau mau ya diwajibkan kepada calon presiden dan cawapres untuk melakukan koalisi politik minimal koalisinya itu ada gabungan dua partai tanpa harus melihat seberapa banyak jumlah kursi yang dimiliki,” kata Adi. 

“Minimal koalisi dua partai tanpa melihat berapa persen perolehan suara pilegnya dan tanpa melihat partai parlemen dan non parlemen. Yang jelas partai peserta pemilu bisa calonkan capres dan cawapres,” ujarnya melanjutkan. 

Menurut Adi, dua rekayasa tersebut yang paling mungkin diterima oleh semua parpol sebagai pengganti presidential threshold. 

Baca Juga: MK Hapus Ketentuan Presidential Threshold, Ini Pertimbangan Lengkapnya

“Itu mungkin rekyasa yang paling mungkin ya, yang saya rasa bisa diterima oleh masing-masing partai politik,” katanya. 

Sebagaimana diberitakan, MK menghapus ketentuan mengenai presidential threshold melalui putusan perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 soal uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu. 

Diketahui, aturan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik terakhir adalah paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional. Sebagaimana diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017. 

"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang di gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025). 

Baca Juga: MK Hapus Ambang Batas 20% Pencalonan Presiden-Wakil Presiden, Ini Pertimbangannya

"Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya". 

Keputusan MK tersebut termasuk hal baru. Pasalnya, sudah lebih dari 30 kali MK menyidangkan uji materi mengenai UU Pemilu terkait presidential threshold. Sejauh itu, Mahkamah menyatakan bahwa ambang batas tersebut adalah open legal policy atau kewenangan dari pembuat undang-undang. 

Kemudian, dalam putusan tersebut, Mahkamah memberikan lima pedoman bagi pembentuk undang-undang untuk melakukan rekayasa konstitusional. 

Pertama, semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden. 

Kedua, pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional. 

Baca Juga: MK Sebut akan Ada 324 Sengketa dari 545 Pilkada Serentak 2024

Ketiga, dalam mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, partai politik peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan partai politik peserta pemilu tersebut tidak menyebabkan dominasi partai politik atau gabungan partai politik sehingga menyebabkan terbatasnya pasangan calon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih. 

Keempat, partai politik peserta pemilu yang tidak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya. 

Kelima, perumusan rekayasa konstitusional dimaksud termasuk perubahan UU Pemilu melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaran pemilu termasuk partai politik yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation).

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menakar Ketentuan Pencalonan Presiden dan Wapres Usai MK Hapus Presidential Threshold", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2025/01/04/13582671/menakar-ketentuan-pencalonan-presiden-dan-wapres-usai-mk-hapus-presidential?page=all#page2.

Selanjutnya: Antoine Griezmann Bawa Atletico Lolos Babak 16 Besar Copa del Rey

Menarik Dibaca: 7 Daftar Makanan yang Ampuh Menurunkan Kadar Kolesterol Tinggi Anda

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×