kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   -4.000   -0,26%
  • USD/IDR 16.195   5,00   0,03%
  • IDX 7.164   1,22   0,02%
  • KOMPAS100 1.070   0,97   0,09%
  • LQ45 838   0,57   0,07%
  • ISSI 216   -0,45   -0,21%
  • IDX30 430   0,42   0,10%
  • IDXHIDIV20 516   -1,25   -0,24%
  • IDX80 122   0,37   0,31%
  • IDXV30 126   -0,52   -0,42%
  • IDXQ30 143   -0,58   -0,40%

Hakim MK Anwar Usman Dissenting Opinion dalam Putusan Presidential Threshold


Kamis, 02 Januari 2025 / 21:41 WIB
Hakim MK Anwar Usman Dissenting Opinion dalam Putusan Presidential Threshold
ILUSTRASI. Hakim Konstitusi Anwar Usman menggunakan alat pelega hidung tersumbat ('inhaler') di sela berlangsungnya sidang . ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.


Sumber: Kompas.com | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dan Daniel Yusmic Foekh menyampaikan pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam putusan MK nomor perkara 62/PUU-XXII/2024.

Putusan MK tersebut menghapus aturan ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden atau presidential threshold yang selama ini tertuang dalam Undang-Undang Pemilu.

Anwar dan Daniel menilai, para pemohon yakni empat orang mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga tidak mempunyai kedudukan hukum dalam permohonan yang mereka ajukan.

Baca Juga: MK Hapus Ketentuan Presidential Threshold 20%, Partai Buruh Bersyukur

"Kami berpendapat bahwa Mahkamah seharusnya menyatakan para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum dan oleh karenanya permohonan para Pemohon tidak dapat diterima," tulis Anwar dan Daniel, dikutip dari salinan putusan, Kamis (2/1/2025).

Anwar dan Daniel berpandangan para pemohon tidak punya kedudukan hukum karena berstatus sebagai mahasiswa.

Sedangkan, 36 gugatan terkait presidential threshold yang ditolak MK datang dari pemohon yang punya kedudukan hukum sebagai partai politik maupun warga negara yang berhak untuk maju pada pemilihan presiden.

Anwar dan Daniel pun menilai, keempat pemohon mesti membuktikan kerugian konstitusi yang mereka alami dengan mengajukan judicial review atas ketentuan presidential threshold.

"Untuk menentukan dan menilai apakah pihak dalam permohonan pengujian undang-undang memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagai Pemohon atau tidak, maka pihak tersebut harus dapat menjelaskan kualifikasi dan kerugian konstitusional yang dialami oleh berlakunya suatu undang-undang," tulis mereka.

Anwar dan Daniel bahkan menyebut beberapa putusan yang menegaskan syarat kedudukan hukum para pemohon, seperti putusan 74/2020, putusan 66/2021, putusan 52/2022, dan putusan 80/2023.

Baca Juga: MK Hapus Ketentuan Presidential Threshold, Ini Pertimbangan Lengkapnya

"Bahwa pembatasan pihak yang dapat memohonkan pengujian norma Pasal 222 UU 7/2017 bukan berarti bahwa norma a quo kebal untuk diuji, melainkan karena tiadanya kerugian konstitusional pemohon perseorangan warga negara Indonesia in casu para pemohon a quo," tulis mereka lagi.



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×