kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Memaknai 20 tahun reformasi


Jumat, 18 Mei 2018 / 19:27 WIB
Memaknai 20 tahun reformasi
ILUSTRASI. AKSI KAMISAN PERINGATI REFORMASI


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada 21 Mei mendatang reformasi akan genap berusia 20 tahun. Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menjelaskan, kebebasan adalah hal yan diperjuangkan di masa orde baru dan bisa tercapai sampai saat ini.

"Kebebasan, biar bagaimana pun menjadi simbolisasi perlawanan kita terhadap otoriter. Bisa dilihat kebebasan pers, kebebasan berserikat dan lainnya yang pada masa orde baru sangat sulit. Kebebasan sebagai spesifikasi dalam pilar demokrasi saat ini sudah tercapai," terang Yunarto kepada Kontan.co.id, Jumat (18/5).

Yunarto tak menampik, bila masih ada yang menganggap kebebasan saat ini sudah kebablasan. Namun, menurutnya ini adalah konsekuensi yang harus dihadapi. Apalagi, tak hanya Indonesia, negara-negara lainnya pun akan menghadapi hal ini.

Meski hingga saat ini korupsi masih merajalela, namun dengan memasuki era reformasi, korupsi dapat ditekan. Pasalnya, masing-masing daerah tidak lagi dikuasai oleh pemerintah pusat. Dalam beberapa tahun terakhir, adanya Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK) membuat beberapa pemimpin daerah enggan melakukan korupsi.

Tak hanya itu, Yunarto pun berpendapat, dalam lima tahun terakhir, meritokrasi sudah mulai dijalankan. "Dulu ini sangat sulit dijalankan karena kekerabatan masih menjadi faktor utama. Memang di beberapa daerah masih ada seperti itu. Tetapi setidaknya sekarang masyarakat sudah melihat prestasi, track record, terutama secara politik," ujarnya.

Meski begitu, Yunarto pun melihat masih ada kegagalan yang dihadapi di era reformasi ini. Menurutnya, demokrasi belum diterjemahkan sebagai kemapanan sistem yang dibekukan dalam nilai-nilai yang ada.

Sejauh ini, masyarakat masih mengedepankan ketokohan dibandingkan progam, nilai atau ideologi yang ditawarkan oleh partai. "Kita masih terjebak dalam demokrasi kultus, di mana partai-partai dilihat dari tokohnya, sementara masyarakat menjadi fans club dari partai-partai tertentu," ujar Yunarto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×