kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45892,58   -892,58   -100.00%
  • EMAS1.332.000 0,60%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Maraknya konten radikal di internet akan dihadang polisi virtual


Senin, 05 April 2021 / 09:39 WIB
Maraknya konten radikal di internet akan dihadang polisi virtual
ILUSTRASI. Keberadaan polisi virtual salah satunya bertujuan untuk meminimalisasi konten yang memuat paham radikali di internet.


Sumber: Kompas.com | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono menyebut, keberadaan polisi virtual salah satunya bertujuan untuk meminimalisasi konten yang memuat paham radikali di internet. 

Pasalnya, kata dia, internet kini kerap dijadikan media untuk menyebarkan paham radikal. "Polisi ingin mencoba mengedukasi masyarakat, juga mengingatkan masyarakat agar masyarakat tidak jadi korban dan juga tidak menjadi pelaku kejahatan," kata Rusdi dalam sebuah diskusi daring, Minggu (4/4/2021). 

Rusdi mengatakan, melalui polisi virtual, negara berupaya memberikan informasi dunia maya yang resmi dan terpercaya. 

Namun, ternyata keberadaan polisi virtual menemui tantangan lantaran masih ada pihak yang tak setuju. Sebagian pihak beranggapan bahwa polisi virtual mengancam kebebasan warga negara berpendapat lantaran masuk ke ranah privat.  

Baca Juga: Kementerian Kominfo menerima 77 aduan radikalisme ASN

"Ketika polisi virtual ini masuk, berkegiatan, ternyata ada pihak pihak tertentu yang seakan-akan tidak setuju, menganggap bahwa polisi virtual terlalu ke ruang privat warga negara, akan memberangus daripada kebebasan warga negara untuk berpendapat," ujar Rusdi. 

Menyikapi hal itu, kata Rusdi, pihaknya mengaku akan tetap berupaya melindungi masyarakat dengan mencegah penyebaran informasi palsu dan tidak terpercaya. 

Hal ini demi mencegah kebingungan dan ketakutan publik. Rusdi juga mengimbau masyarakat pandai-pandai memilah konten di internet. Apalagi, pengguna internet di Indonesia saat ini sangat besar, mencapai 73,3% dari populasi. 

Jumlah ini setara dengan 202 juta penduduk. Jika masyarakat tak selektif terhadap informasi, dikhawatirkan akan terjerumus pada konten-konten yang menyesatkan. 

"Begitu banyaknya ini tentunya membutuhkan masyarakat yang harus bisa memilih dan memilah konten-konten mana itu yang benar, konten-konten mana yang menyesatkan," kata Rusdi. 

Baca Juga: BNPT: Pemblokiran situs radikal terhambat aturan dari Kemenkominfo

"Jika tentunya masyarakat hanya pintar memilih, dia tidak akan tersesat. Tapi lain halnya jika masyarakat tidak mampu memilah sehingga dia pun akan disesatkan dengan konten-konten yang dia baca, dia dengar, dan dia lihat di media sosial," tuturnya. 

Sebelumnya, dalam kesempatan yang berbeda, Rusdi mengatakan bahwa aksi lonewolf yang dilakukan terduga teroris yang menyerang Mabes Polri, ZA, dipelajari melalui internet. 

Baca Juga: Terkait Papua, Facebook hapus ratusan akun palsu asal Indonesia

Menurut Rusdi, saat ini di internet dan media sosial mudah sekali menemukan hal-hal seperti itu. 

"Lonewolf itu melakukannya sendiri dan menginisiasi sendiri. Mereka mendapat itu semua, sekarang ini kan internet luar biasa. Apa pun dari internet, dari media sosial semua bisa dia dapatkan," kata Rusdi dikutip dari tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Kamis (1/4/2021).

"Kemungkinan kalau lonewolf ini dia mendapatkannya sendiri. Salah satunya melalui media internet, melalui media sosial yang ada sekarang banyak sekali hal-hal seperti itu," ucapnya. (Fitria Chusna Farisa)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Polisi Virtual Diharap Bisa Cegah Penyebaran Konten Radikal di Internet"

Selanjutnya: Terorisme dan Benih-Benih Radikalisme

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Accounting Mischief Practical Business Acumen

[X]
×