Reporter: Mochammad Fauzan | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Ketua Mahkamah Agung (MA), Hatta Ali menjelaskan bahwa pengadilan di Indonesia pada saat ini sedang mengalami kekurangan tenaga hakim. MA mengeluhkan minimnya pejabat peradilan negara di negeri ini.
"Indonesia sekarang alami kekurangan tenaga hakim, jangankan pengadilan baru, pengadilan di daerah pun banyak yang mohon ijin supaya diijinkan bersidang dengan hakim tunggal," ujar Hatta, Rabu, (27/2).
Menurut Hatta, banyak permintaan saat ini dari pengadilan di daerah untuk bersidang dengan hakim tunggal, karena begitu maraknya pengadilan yang hanya diisi oleh tiga hakim, yakni, ketua dan kedua anggota hakim.
Untuk mengatasi kekurangan wakil tuhan di bumi untuk pengadilan di daerah tersebut, maka Hatta menerbitkan surat izin bersidang dengan hakim tunggal. Sebagaimana yang dimaksud, bersidang dengan hakim tunggal merupakan hakim yang mengadili suatu perkara di sidang pengadilan berdasarkan UU Kekuasaan Kehakiman, yang jumlahnya satu orang.
"Strateginya, saya terpaksa menerbitkan surat izin bersidang dengan hakim tunggal, kalau tidak begitu tidak sidang-sidang nanti," ujar Hatta. Sebagai informasi, Mahkamah Agung (MA) mencetak rekor baru jumlah perkara terbanyak yang ditangani sepanjang 2018 dengan 6.255.267 perkara, ini merupakan angka tertinggi sejak MA berdiri. Dari jumlah tersebut, perkara yang diputus oleh MA dan lembaga peradilan yang berada di bawahnya mencapai 6.108.482 perkara.
Sisa perkara tahun 2018 sebanyak 133.813. Sisa perkara di MA tercatat sebesar 906. Perkara yang tersisa di Pengadilan Tingkat Banding dan Pengadilan Tingkat Pertama masing-masing sebesar 2.777 dan 116.803 perkara. Ada pun, sisa perkara di Pengadilan Pajak sebesar 13.327 perkara. Selain itu, MA sudah memutus perkara on time dalam jangka waktu tiga bulan sebanyak 16.911 perkara dari 17.638 perkara yang ada atau sebesar 96,3%.
"Uraian diatas menunjukan parameter pengukuran kinerja penanganan perkara di MA tahun 2018 berhasil melampaui target, bahkan semua tercatat rekor baru sebagai yang terbaik sepanjang Mahkamah Agung." Ujar Hatta.
Hatta menyatakan pada saat ini MA sedang melakukan pelatihan untuk sekitar 1.600 calon hakim yang dinyatakan lolos rekrutmen calon hakim pada 2018. Hatta pun berharap rekrutmen calon hakim dapat dilaksanakan setiap tahunnya, dengan tujuan untuk mengisi kekosongan hakim. "Kalau bisa tiap tahun juga ada rekrutmen para pegawai MA, Karena banyak pengadilan yang jabatan struktural kosong karena tidak ada SDM," ujar Hatta.
Kekurangan wakil tuhan di bumi juga terasa pada hakim agung di sisi sektor perpajakan, Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali menambahkan, hingga saat ini MA masih kekurangan hakim pajak. Hatta berharap syarat bagi hakim karier yang ingin mendaftar sebagai hakim pajak di MA dapat dipermudah.
Hakim agung khusus pajak, kita sudah menyurati Komisi Yudisial (KY) untuk mohon kalo bisa ada hakim agung dari pajak, karena perkara pajak setiap tahun juga semakin meningkat, bahkan sampe ribuan yang sampe ke MA.” Ujar Hatta, Rabu, (27/2).
Menurut Hatta, posisi hakim pajak membutuhkan hakim yang memiliki keahlian khusus di bidang perpajakan. Dirinya berharap persyaratan hakim Mahkamah Agung di bidang perpajakan dipermudah, sebab hakim pajak yang dibutuhkan untuk negara ini idealnya hanya tiga orang.
“Kalo bisa tiga ya tiga, ini baru satu, kami juga minta ke KY untuk bisa dispensasi, yang penting dia punya latar belakang hukum, kalo Strata-2 (S2) nya ekonomi yah silahkan.” Ujar Hatta.
Sekadar informasi terkait penyelesaian perkara pajak pada pengadilan pajak pada tahun 2018 jumlah perkara yang diterima Pengadilan Pajak meningkat 19,37% dibandingkan tahun 2017 yang menerima 9.580 perkara. Upaya hukum peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak ysng diterima oleh Mhakamah Agung (MA) pada tahun 2018 sebanyak 3.018 perkara dan 30,44% dari jumlah perkara yang diputus selama tahun 2018.
Disisi lain, bagai makan buah simalakama, dimakan ibu mati tak dimakan ayah mati. Mengenai calon hakim agung, persyaratan sudah diatur di dalam Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang - Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.
Komisioner Komisi Yudisial (KY), Sukma Violetta menjelaskan bahwa persyaratan calon hakim agung sudah diatur dalam UU dan KY melihat ada calon - calon yang memenuhi persyaratan itu. Tidak mungkin bagi KY untuk melanggar UU yang sudah termaktub. “Persoalannya sebenarnya bukan mengenai persyaratan Strata - 3 (S3).” Ujar Sukma kepada Kontan.co.id, Rabu, (27/2).
Sukma menambahkan, justru untuk persyaratan Strata - 1 (S1) kebanyakan orang ataupun calon hakim agung mempunyai pengetahuan dan berpengalaman di bidang pajak, bukan di bidang hukum. “Sedangkan UU MA menyaratkan calon tersebut sarjana di bidang hukum.” Ujarnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News