Sumber: TribunNews.com | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mahkamah Agung (MA) menegaskan bahwa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih berwenang untuk menetapkan kembali Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2012.
Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Mahkamah Agung Abdullah mengatakan, kewenangan tersebut diatur dalam Pasal 2 Ayat 3 Peraturan MA Nomor 4 Tahun 2016.
"Bahwa putusan praperadilan yang mengabulkan permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka tidak menggugurkan kewenangan penyidik untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka lagi," kata Abdullah dalam keterangan di Jakarta, Selasa (3/10).
Penetapan status tersangka tersebut, kata Abdullah, dapat diterbitkan setelah memenuhi paling sedikit dua alat bukti baru yang sah dan berbeda dengan alat bukti sebelumnya yang berkaitan dengan materi perkara.
Menurutnya, esensi dari praperadilan hanya menentukan keabsahan penetapan tersangka dan tidak menghilangkan perbuatan pidananya itu sendiri.
Abdullah mengungkapkan, MA sama sekali tidak boleh intervensi terkait putusan praperadilan. Oleh sebab itu apa pun dan bagaimana pun putusan hakim menjadi tanggung jawab mutlak hakim yang bersangkutan dan tidak ada hubungan dengan Ketua Pengadilan yang bersangkutan, atau Ketua Pengadilan Tingkat Banding maupun Pimpinan Mahkamah Agung.
"Mahkamah Agung menghormati apa yang telah diputuskan oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait dengan praperadilan kasus Setya Novanto," katanya.
Dalam sidang putusan praperadilan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (30/9), hakim tunggal Cepi Iskandar menilai penetapan tersangka Setya Novanto dalam kasus dugaan korupsi e-KTP oleh KPK tidak sah. KPK pun diminta untuk menghentikan penyidikan terhadap Setya.
Ada sejumlah pertimbangan yang mendasari Hakim Cepi membuat putusan tersebut. Pertama, Cepi menilai penetapan tersangka Novanto oleh KPK sudah dilakukan di awal penyidikan. Menurut Cepi, harusnya penetapan tersangka dilakukan di akhir tahap penyidikan suatu perkara. Hal itu untuk menjaga harkat dan martabat seseorang.
Selain itu, Cepi juga menilai alat bukti yang diajukan berasal dari penyidikan terhadap Irman dan Sugiharto, mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri yang sudah divonis bersalah melakukan korupsi e-KTP. Menurut Cepi, alat bukti yang sudah digunakan dalam perkara sebelumnya tidak bisa digunakan untuk menangani perkara selanjutnya. (Eri Komar Sinaga)
Artikel ini sudah tayang sebelumnya di Tribunnews.com berjudul: MA: Praperadilan Tidak Gugurkan Kewenangan KPK Tetapkan Lagi Novanto Jadi Tersangka
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News