kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

MA batalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan menuai pro dan kontra


Selasa, 10 Maret 2020 / 09:43 WIB
MA batalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan menuai pro dan kontra
ILUSTRASI. Petugas mencuci tangan menggunakan cairan antiseptik di Kantor Pelayanan Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman, Jakarta, Senin (9/3/2020). Mahkamah Agung (MA) mengabulkan 'Judicial Review' Peraturan Presiden (P


Reporter: Abdul Basith, Grace Olivia, Handoyo, Lidya Yuniartha, Rahma Anjaeni | Editor: Syamsul Azhar

KONTAN.CO.ID - Keputusan Mahkamah Agung (MA) untuk mencabut salah satu pasal di Peraturan Presiden (Perpres) No 75  Tahun 2019 tentang  Jaminan Kesehatan menuai pendapat pro dan kontra di masyarakat.

Sebagian besar setuju dan mendukung putusan ini karena kenaikan iuran memberatkan sebagian masyarakat. Tapi pemerintah kelabakan karena putusan MA mencabut aturan kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini bisa membawa dampak negatif bagi kondisi keuangan BPJS Kesehatan yang selalu mengalami negatif.

Baca Juga: MA batalkan iuran BPJS Kesehatan bagaimana nasib iuran yang sudah dibayar?

Dalam putusannya, MA mencabut Pasal 34 ayat 1 dan 2 di Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pasal ini mengatur soal kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro Senin (9/3) menyebut Putusan MA ini diambil dalam sidang majelis pada Kamis 27 Februari 2020. Adapun nomor perkara ini adalah No 7/P/HUM/2020.

Baca Juga: Hore! MA batalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan kelas mandiri

Sebagai gambaran pada pasal 34 ayat 1 menjadi dasar untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk Peserta Bukan penerima Upah (PBPU) dan Peserta Bukan Pekerja (BP). Pasal tersebut menyatakan iuran kelas III sebesar Rp 42.000 per bulan, kelas II sebesar Rp 110.000 per bulan dan kelas I sebesar Rp 160.000 per bulan.

Sementara pada pasal 34 ayat (2) menyatakan kenaikan berlaku mulai 1 Januari 2020. Konsekuensi dari putusan ini iuran BPJS kesehatan kembali pada iuran lama. Yakni iuran kelas III sebesar Rp 25.500 per bulan, iuran kelas II sebesar Rp 51.000 per bulan, dan iuran kelas I sebesar Rp 80.000 per bulan.

Selain itu, MA juga menyatakan keputusan kenaikaniuran tersebut, bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 4, Pasal 17 ayat 3 UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Baca Juga: Ini lho, tarif baru BPJS Kesehatan

Berikut beberapa tanggapan mengenai putusan judicial reviu pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang dikeluarkan oleh MA tersebut. 

  • Menteri Keuangan Sri Mulyani 

Menteri Keuangan Sri Mulyani usai rapat di Istana Presiden, Senin (9/3) menyatakan akan melihat lagi keputusan MA ini dan bagimana implikasinya pembatalan kenaikan iuran ini kepada BPJS Kesehatan.

Baca Juga: Kenaikan iuran BPJS Kesehatan dibatalkan, ini kata Sri Mulyani

Ia menyebut kondisi keuangan BPJS Kesehatn meskipun sudah mendapat tambahkan iuran dari pemerintah sebesar Rp 15 triliun tapi keuanganya masih negatif, sekitar Rp 13 triliun. Meskipun judicial reviu pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, Menkeu meminta BPJS Kesehatan tetap mengoptimalkan layanan jaminan kesehatan untuk masyarakat. 

  • Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara 

Sementara Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara juga menyatakan pemerintah perlu mendalami keputusan judicial reviu pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan oleh MA  tersebut sebelum merespon dengan kebijakan lanjutan, terutama dari sisi keuangan negara.

Hanya saja Suahasil menjelaskan, Kementerian Keuangan selama ini sudah mengucurkan anggaran yang tak sedikit untuk menambal defisit keuangan BPJS Kesehatan yang terus membengkak dari tahun ke tahun.

Karena itu keputusan menaikkan tarif iuran bagi peserta pada dasarnya ditetapkan sebagai salah satu solusi untuk memperbaiki kondisi defisit keuangan di  institusi penyelenggara asuransi kesehatan nasional itu.

  • BPJS Kesehatan

Kepala Humas BPJS Kesehatan, Iqbal Anas Ma’ruf  juga berhati-hati menanggapi putusan mahkamah tertinggi di negeri ini. Ia secara diplomatis menyatakan sampai saat ini BPJS Kesehatan belum menerima salinan hasil putusan judicial reviu MA mengenai pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut. Karena itu belum dapat  memberikan komentar mengenai pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan . “Pada prinsipnya BPJS Kesehatan akan mengikuti setiap keputusan resmi dari Pemerintah,” katanya.

Baca Juga: MA batalkan kenaikan iuran peserta mandiri, ini kata BPJS Kesehatan

  • Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah

Lain halnya dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Ia berpendapat, judicial reviu pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini bagi peserta mandiri BPJS Kesehatan ini akan ditanggapi baik oleh masyarakat. Selain itu putusan ini bisa jadi kesempatan bagi BPJS Kesehatan untuk meninjau kembali sistem pengelolaan keuangan mereka.

Dia mencontohkan peserta BPJS kesehatan yang sebenarnya hanya membutuhkan rawat jalan, tetapi malah mendapatkan rawat inap."Agar BPJS tetap bisa  survive, pengelolaannya tidak cukup hanya begini-begini saja," katanya.

Baca Juga: Kata Gubernur Jateng Ganjar Pranowo soal putusan MA batalkan kenaikan iuran BPJS

  • Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)

Sementara Agus Suyanto, Sekretaris Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), menyarankan agar dana iuran yang sudah dibayar oleh masyarakat untuk dikembalikan. Namun perlu penegasan apakah putusan judicial reviu pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan oleh MA berlaku surut atau tidak.

Jika keputusan judicial reviu pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan oleh MA berlaku surut, maka iuran yang sudah dibayar oleh peserta BPJS Kesehatan bisa menjadi tabungan dana dari kelebihan bayar iuran sejak awal tahun sehingga masyarakat tinggal membayar selisihnya.

"Pemerintah dan BPJS Kesehatan harus lebih kreatif untuk menambal bleeding BPJS Kesehatan," katanya Senin (9/3).

Baca Juga: YLKI: Peserta mandiri bisa membayar BPJS Kesehatan dari kelebihan iuran

  • BPJS Watch

Hal senada diungkapkan Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan pemerintah harus mematuhi judicial reviu pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan oleh MA karena putusan ini bersifat final dan mengikat. Ia meminta bagi peserta mandiri yang sudah membayarkan iurannya sejak Januari 2020 harus dikembalikan. 

Timboel menyadari pengembalian dana secara tunai akan sulit dilakukan. Karenanya, dia menyarankan agar pengembalian dana dilakukan dengan mengalihkannya ke pembayaran di bulan yang berikutnya. 

Baca Juga: Kenaikan iuran BPJS Kesehatan batal, BPJS Watch: Pemerintah harus patuhi putusan MA

Ia berharap pemerintah tidak perlu panik menghadapi judicial reviu pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan oleh MA itu. Pasalnya, kenaikan iuran bukan satu-satunya jalan untuk menutupi defisit.

Apalagi  kenaikan iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) dan Pekerja Penerima Upah (PPU) tidak dibatalkan. Adapun porsi iuran dari peserta mandiri selama ini juga tidak besar.

  • Komunitas Pasien

Baca Juga: Kenaikan iuran BPJS Kesehatan dibatalkan MA, KPCDI: Segera jalankan keputusannya

Pendapat lain dari  Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Samosir merasa Keputusan MA tersebut merupakan angin segar. Sebab ia merasa kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100% sangat memberatkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×