Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut B. Pandjaitan mengajak para rombongan yang hadir dalam pertemuan tahunan IMF-World Bank untuk berkontribusi dalam bencana gempa dan tsunami Sulawesi Tengah.
Hal itu ia tunjukkan saat berkunjung ke Palu, Jumat (5/10) lalu yang juga turut serta membawa rombongan Secretary of the Fund and the International Monetary and Financial Committee IMF Jianhai Lin.
“Saya dengan Mr. Jianhai datang untuk melihat dan kami bersama-sama membantu berikan sumbangan kepada pengungsi,” terang Luhut seperti dikutip dari rilisnya, Minggu (7/10).
Adapun ada empat lokasi di Palu yang dikunjungi Luhut dan rombongan yakni RSU Anutapura Palu, Perumnas Balaroa, Pegunungan Gawalise, dan Posko Bantuan di kantor Detasemen TNI-AU Mutiara Palu.
“Jangan orang bilang kita di Bali sibuk menyelenggarakan konferensi kelas tinggi lalu kita lupa menangani bencana di Palu. Nggak, sama sekali jauh dari itu. Kita sangat prihatin dan kita ingin juga kontribusi. Daripada kita tunggu-tunggu ya kita mulai sumbang saja,” tambah dia.
Bahkan Luhut juga berencana untuk mengajak IMF dan World Bank (WB) untuk melihat bagaimana pemerintah Indonesia menangani upaya pemulihan di Palu pasca-bencana.
Hal tersebut untuk melihat kondisi di Palu. Dilaporkan jumlah pengungsi di posko pengungsi Pegunungan Gawalise Kelurahan Duyu sendiri sejumlah 2.843 kepala keluarga. Sedangkan di Posko Bantuan TNI-AU terdapat 577 jiwa.
Kemudian total bantuan yang diserahkan dalam tahap satu ini adalah 20 ton beras, 5.000 bungkus biskuit, 100.000 bungkus mie instan. Bantuan selanjutnya sedang dalam proses pengiriman dengan menggunakan kapal Baruna Jaya milik BPPT pada 3 Oktober lalu.
“Ada 200 ton tapi termasuk barang-barang listrik, makanan, beras, mie,” terang Luhut. Selain bantuan pangan, warga pengungsi juga mengharapkan bantuan berupa fasilitas MCK (mandi, cuci, kakus).
Menanggapi hal tersebut Menko Luhut mengupayakan untuk meminta partisipasi Kementerian ESDM yang menyediakan alat bor sumur untuk disumbangkan dan dukungan Detasemen Zeni Bangunan TNI (Denzibang) untuk instalasinya. “Kita sedang usahakan 3 sumur bor di 3 titik yang mereka minta,” katanya.
Sementara untuk pemulihan Palu memerlukan solusi jangka panjang, pihaknya sedang merancang rencana pembangunan pusat logistik di daerah aman, yang digerakkan oleh semacam pasukan gerak cepat untuk menjangkau daerah terkena bencana alam.
“Pikiran kami untuk mengusulkan _logistic base di daerah-daerah yang tidak ada gempa sehingga ada seperti quick reaction force untuk membantu anak-anak atau saudara-saudara kita yang terkena gempa,” jelasnya.
Lebih jauh, Menko Luhut menyebutkan pusat-pusat logistik tersebut akan digunakan untuk menyimpan alat-alat berat, kantong jenazah, makanan, pemurni air, genset dan kemudian ada kapal TNI-AL yang bisa mobilisasi dengan cepat.
"Dengan adanya support di fasilitas ini diharapkan dalam waktu 3 x 24 jam kebutuhan masyarakat terdampak bencana bisa dipenuhi, sehingga akan banyak nyawa yang bisa diselamatkan,” jelas Luhut.
Untuk menentukan lokasi pusat logistik tersebut, Menko Luhut mengaku akan melihat dari hasil studi lebih lanjut. "Kita akan lihat apakah nanti di Banjarmasin atau di Balikpapan, Medan, Surabaya, Makassar atau nanti di Papua Barat,” tambahnya.
Penelitian yang mendalam juga diperlukan dalam hal teknologi penanganan bencana. Untuk itu kerja sama dengan para ahli sangat dibutuhkan.
“Masukan juga kita minta dari Profesor Fumihiko Imamura dari Tohoku University Jepang,” ujar Luhut yang berdiskusi dengan profesor di bidang tsunami tersebut saat meninjau pesisir pantai di Teluk Palu yang tersapu tsunami.
Selain itu, para ahli dalam negeri juga dilibatkan dalam menyusun solusi jangka panjang lainnya.
“Setelah kami lihat, kita memerlukan satu studi yang lebih dalam lagi. Karena tidak mungkin dibangun lagi di beberapa tempat rumah penduduk karena struktur tanahnya amblas (sangat labil), jadi sekarang tim dari BPPT, LIPI, dan ITB dilibatkan di bawah kedeputian saya,” ungkap Menko Luhut.
Kajian mendalam di daerah pesisir, lanjut Menko sangat diperlukan karena garis pantai Indonesia panjangnya 108.000 km dan lebih 150 juta orang penduduknya hidup di pantai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News