Reporter: Bidara Pink | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) menyebut Bank Indonesia (BI) perlu memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) ke level 4,25% pada pertemuan bulan ini.
Penurunan bunga ini untuk mendukung upaya pemerintah meningkatkan pertumbuhan ekonomi. "Kami juga melihat pentingnya meningkatkan kepercayaan bisnis untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas sistem keuangan selama new normal," kata ekonom makroekonomi dan pasar keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky dalam asesmen yang diterima Kontan.co.id, Selasa (16/6).
Penurunan suku bunga acuan ini juga disokong oleh nilai rupiah yang relatif terkendali dan bahkan cenderung bertahap menguat sejak awal Mei 2020 sejalan dengan masuknya aliran modal asing ke Indonesia.
Baca Juga: Tiga alasan mengapa BI perlu melonggarkan kebijakan suku bunga bulan ini
Meski begitu, nilai tukar rupiah sempat mengalami pelemahan selama tiga hari terakhir akibat sentimen negatif yang disebabbkan oleh gelombang kedua Covid-19 di beberapa negara. Sentimen negatif ini mendorong para investor memindahkan aset mereka dari apsar negara berkembang ke aset safe-haven.
Kabar baiknya, nilai tukar rupiah Indonesia telah mengungguli mata uang pasar negara berkembang lainnya. Hal ini ditandai dengan rendahnya depresiasi rupiah dibandingkan mata uang negara lain sejak akhir bulan April 2020.
"Ini mencerminkan kondisi pasar keuangan INdonesia yang cukup meyakinkan dan relatif kuat berkat upaya bank sentral dan pemerintah dalam mengelola volatilitas selama pandemi," tambah Riefky.
Selain nilai tukar rupiah yang relatif terkendali, penurunan suku bunga acuan juga didorong oleh tekanan inflasi yang tetap rendah dan terkendali akibat turunnya permintaan. Penurunan permintaan ini yang akhirnya meredam inflasi yang bersumber dari kenaikan biaya produksi.
Faktor lain yang mendorong perlunya penurunan suku bunga acuan adalah adanya penurunan ekspor yang signifikan sementara impor anjlok lebih dalam pada Mei 2020 lalu. Kondisi ini mencerminkan prospek perekonomian yang suram karena jatuhnya impor didominasi oleh penurunan impor bahan baku dan barang modal yang memberi sinyal kontraksi ke sektor riil.
Alasan lain yang menyertai perlunya penurunan suku bunga acuan adalah cadangan devisa (cadev) yang cukup serta permintaan valuta asing (valas) dari aktivitas impor yang akan terbatas dalam waktu dekat.
"Dengan penurunan suku bunag acuan ini, juga akan mendukung pertumbuhan ekonomi bersamaan dengan mempertahankan stabilitas sistem keuangan," imbuh Riefky.
Baca Juga: Ekonom BCA memprediksi BI akan turunkan suku bunga acuan 25 bps di bulan ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News