Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kembali normalnya aktivitas perdagangan setelah melewati Idulfitri, membuat ekspor maupun impor di Juli 2018 melonjak tinggi. Namun kenaikan ekspor tidak mampu menandingi tingginya lonjakan impor, sehingga membuat neraca perdagangan kembali defisit.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai defisit neraca perdagangan pada Juli 2019 mencapai sebesar US$ 2,03 miliar. Angka defisit itu menjadi terbesar kedua setelah Juli 2013 yang sebesar US$ 2,3 miliar. Secara kumulatif pada periode Januari-Juli 2018, defisit neraca perdagangan mencapai US$ 3,09 miliar. Pada periode yang sama tahun sebelumnya, neraca perdagangan tercatat surplus sebesar US$ 7,39 miliar.
Besarnya defisit neraca dagang tidak terlepas dari tingginya nilai impor Juli 2018 yang mencapai US$ 18,27 miliar. Nilai impor itu menjadi yang tertinggi sejak tahun 2008. Nilai impor naik tajam sebesar 62,17% dibanding Juni dan tumbuh 31,56% YoY.
Peningkatan impor terjadi di semua kelompok barang. Bahkan, impor barang konsumsi dan barang modal melejit lebih dari 70% dibanding Juni 2018. Sementara impor bahan baku naik 59,28%.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, kenaikan impor Juli 2018 merupakan pola musiman, yaitu meningkat setelah Lebaran. "Beberapa impor barang konsumsi yang naik, yaitu beras, apel dari China, daging India, dan beberapa jenis obat-obatan.," kata Suhariyanto, Selasa (15/8).
Sedangkan impor barang modal yang naik tinggi di Juli 2018 dibanding Juni 2018, antara lain mesin, gas engine, portable reciever, dan beberapa jenis kendaraan berat seperti truk dan ekskavator. "Barang modal naik diharapkan dapat menggerakkan investasi dan pertumbuhan ekonomi," kata Suhariyanto.
Sementara beberapa impor bahan baku yang naik tinggi, yaitu katun, soybean meal, dan beberapa bahan kimia.
Pada Juli 2018, kinerja ekspor juga meningkat, mengikuti pola musiman dua tahun ke belakang. Catatan BPS, nilai ekspor Juli 2018 mencapai US$ 16,24 miliar, naik 25,19% dibanding bulan sebelumnya dan naik 19,33% YoY. Kenaikan ekspor didorong oleh kenaikan harga batubara, nikel, dan tembaga. Namun ada juga beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga, seperti minyak kelapa sawit, emas, dan aluminium.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman menilai, lonjakan impor barang konsumsi di Juli 2018 agak berbeda dari yang biasanya. Sebab, lanjut Adhi, biasanya impor barang konsumsi malah melandai setelah melewati Idul Fitri.
Biasanya impor barang konsumsi kembali meningkat menjelang perayaan Natal dan tahun baru. "Tapi dengan situasi seperti itu, agak sulit memproyeksikan kondisi hingga akhir tahun," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News