Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia memperkirakan rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada tahun 2024 akan berada pada level Rp 15.300 hingga Rp 15.700 per dolar AS.
Angka tersebut lebih optimistis jika dibandingkan dengan asumsi kurs dalam RAPBN 2025 yang berada di angka Rp 16.000 per dolar AS.
Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, menjelaskan, terdapat empat faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah pada tahun depan.
Pertama, penurunan suku bunga The Fed. Perry menyebut, Federal Fund Rate (FFR) diprediksi akan turun dari 5,5% ke 5% pada 2024.
Baca Juga: BI Prediksi The Fed Turunkan Suku Bunga Acuan Sebanyak 2 Kali di 2024
Sementara pada tahun 2025 diprediksi akan berlanjut pemangkasan suku bunga sebesar 75 basis poin (bps) menjadi 4,25%.
"Dengan FFR yang turun ini makanya aliran modal ke emerging market termasuk Indonesia itu juga meningkat dan demikian US Treasury 10 tahun itu kami perkirakan turun dan itu bisa mendorong inflow," ujar Perry dalam Rapat Kerja bersama Banggar DPR RI, Selasa (27/8).
Kedua, adalah fundamental ekonomi Indonesia seperti pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang diperkirakan tetap terjaga. Dengan begitu, hal tersebut dapat memberikan persepsi positif bagi investor untuk menanamkan portofolio dan investasi di Indonesia.
Ketiga adalah imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) yang diperkirakan akan tetap menarik pada 2025. Ia menyebut, imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun akan turun dari level 3,9% ke kisaran 3,6% pada tahun depan.
Baca Juga: BI: Harga Pangan Bakal Turun, Imbas Menguatnya Nilai Tukar Rupiah
"Sekarangpun SBN masuknya lebih besar, SRBI kami sengaja kurangi. Tempo hari kami sampaikan ke Bu Menteri, karena SBN keluar, kami jualan SRBI lebih banyak," kata Perry.
Keempat, adalah komitmen BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan membawa nilai tukar Rupiah lebih menguat.
Kendati begitu, Perry menyebut ada beberapa faktor sentimen yang berpotensi mempengaruhi nilai tukar, yaitu tensi geopolitik seperti yang terjadi antara AS dan China berpotensi meningkatkan volatilitas.
Baca Juga: BI: Harga Pangan Bakal Turun, Imbas Nilai Tukar Rupiah Menguat
Selain itu, ada juga potensi melebarnya defisit transaksi berjalan. Pada 2024, Perry memperkirakan defisit transaksi berjalan berada pada angka 0,1% hingga 0,9% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara pada tahun depan akan melebar di level 0,5% hingga 1,3% PDB.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News