Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memperkirakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) yakni The Fed akan menurunkan suku bunga acuan (Fed Funds Rate/FFR) sebanyak 2 kali tahun 2024 ini.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyampaikan, penurunan tersebut masing-masing sebesar 25 basis poin (BPS) pada akhir tahun 2024 ini. Penurunan suku bunga ini sejalan dengan ketidakpastian pasar keuangan global mulai mereda dengan risiko yang masih tinggi.
“Kami mendiskusikan bahwa baseline dengan probabilitas 75% ke atas, FFR akan turun 2 kali tahun ini, yaitu mulai September dan kemungkinan mungkin kalau enggak November-Desember, masing-masing 25 bps, baseline-nya,” tutur Perry dalam konferensi pers, Rabu (21/8).
Baca Juga: Gubernur BI Proyeksi The Fed Turunkan Suku Bunga Acuan 2 Kali Tahun 2024 Ini
Adapun BI memperkirakan ekonomi global pada 2024 diperkirakan tumbuh sebesar 3,2% dengan kecenderungan yang melambat.
Ekonomi global yang melambat ditandai dari ekonomi Amerika Serikat (AS) yang diperkirakan mulai melambat di semester II 2024 seiring dengan penurunan permintaan domestik.
Sementara itu, ekonomi China belum kuat, dan ekonomi Eropa terus membaik.
Perlambatan ekonomi AS berdampak pada meningkatnya pengangguran dan menurunnya inflasi yang lebih cepat ke arah sasaran inflasi jangka panjang sebesar 2%.
“Perkembangan ini mendorong kuatnya ekspektasi penurunan FFR yang lebih cepat dan lebih besar dari prakiraan,” ungkapnya.
Baca Juga: Kian Menguat, Ekspektasi The Fed Pangkas Suku Bunga pada September
Perkembangan ini kemudian menyebabkan penurunan yield US Treasury tenor 2 tahun, yang diikuti dengan penurunan yield US Treasury tenor 10 tahun, dan pelemahan dolar AS terhadap berbagai mata uang dunia.
Meski pertumbuhan ekonomi global melemah, namun ketidakpastian pasar keuangan global juga mulai mereda. Perkembangan tersebut mendorong meningkatnya aliran masuk modal asing dan memperkuat mata uang negara berkembang, termasuk Indonesia.
Ke depan, risiko terkait kekhawatiran resesi di AS dan dinamika geopolitik perlu terus dicermati. Kondisi ini memerlukan kehati-hatian dalam merumuskan respons kebijakan dari rambatan ketidakpastian global terhadap perekonomian domestik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News