Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah terus berupaya untuk menekan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sampai 3% terhadap produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2023 nanti.
Maklum, akibat pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19) defisit anggaran yang awalnya diperkirakan berada di level 1,7% terhadap PDB membengkak menjadi 6,32% terhadap PDB sebagaimana yang diproyeksikan pemerintah di akhir 2020.
Sebab, karena pandemi penerimaan negara loyo, sementara belanja negara membengkak sebagai upaya penanggulangan.
Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Ubaidi Socheh mengatakan, upaya pemerintah ini sejalan dengan pemulihan ekonomi di tahun mendatang yang juga sudah terasa di paruh kedua tahun ini.
Baca Juga: Ungkit pertumbuhan ekonomi, kebijakan APBN 2021 diarahkan pada tujuh hal ini
Makanya, tahun 2021 pun defisit anggaran sudah mulai pulih dengan proyeksi sebesar 5,7% terhadap PDB.
Lebih lanjut, dalam Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 yang merupakan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penangan pandemi, defisit musti terus melandai.
Maka, di tahun 2022 defisit diharapkan tidak jauh dari level 3%, dan 2023 maksimal 3% terhadap PDB. Maka dari itu, Ubaidi menyampaikan dalam periode konsolidasi fiskal tersebut pemerintah mengatur sejumlah strategi agar daya tahan APBN kembali pulih mulai dari tahun depan.
Dari sisi penerimaan negara ada enam upaya. Pertama, melanjutkan join program penerimaan negara antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC).
Kedua, pengembangan compliance risk management (CRM) untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak (WP). Ketiga, perubahan pelayanan ke arah digital.
Baca Juga: Bank Indonesia tahan suku bunga acuan BI 7DRRR tetap di level 4%
Keempat, pengembangan national logistic ecosystem (NLE) untuk meningkatkan kinerja logistic nasional, memperbaiki iklim investasi, dan daya saing perekonomian nasional.
Kelima, optimalisasi PNBP melalaui implementasi dan diseminasi/sosialisasi/uji petik regulasi turunan Undang-Undang (UU) PNBP kepada stakeholders antara lain Kementerian/Lembaga (K/L), pengelola PNBP, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), wajib bayar public, dan akademisi.
“Belanja kita spending better yang disiplin dan dicermati di 2021. Dalam beberapa dinamika ekonomi kemudian cara kita melakukan penetapan defisit baik yang dibentuk dari penetapan belanja, itu dilakukan untuk mendukung kebijakan strategis 2021,” kata Ubaidi dalam Webminar Bincang APBN 2021, Selasa (13/10).
Adapun dari sisi belanja otoritas fiskal mengatur tujuh formula strategis di tahun depan. Pertama, mengalokasikan anggaran sebesar Rp 550,5 triliun dalam rangka mendukung peningkatan skor PISA dan kualitas guru serta penguatan penyelenggaraan PAUD.
Kedua, bidang kesehatan senilai Rp 169,7 triliun yang masih dilakukan untuk mengakselerasi pemulihan akibat Covid-19 serta melaksanakan reformasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan mempersiapkan Health Security Preparedness.
Baca Juga: Chatib Basri minta pemerintah fokus perkuat daya beli melalui BLT dan tak takut utang
Ketiga, adalah bidang perlindungan sosial dengan alokasi anggaran hingga Rp 421,7 triliun untuk mendukung reformasi secara bertahap yang komprehensif berbasis siklus hidup dan antisipasi aging population.
Keempat, infrastruktur yang memakan anggaran sebesar RP 413,8 triliun dialokasikan untuk penyediaan infrastruktur layanan dasar, peningkatan konektivitas, dan dukungan pemulihan ekonomi, serta melanjutkan program prioritas yang tertunda.
Kelima, sektor ketahanan pangan yang memiliki pagu sebesar Rp 104,2 triliun bertujuan meningkatkan produksi pangan dan mendukung pemulihan ekonomi melalui revitalisasi sistem pangan nasional dan pengembangan food estate.
Keenam, bidang pariwisata melalui alokasi anggaran Rp 15,7 triliun untuk mendorong pemulihan sektor ini dengan fokus lima kawasan dan pengembangan skema KPBU.
Ketujuh, optimalisasi ICT dengan anggaran senilai Rp 29,6 triliun untuk mendukung dan meningkatkan kualitas layanan publik termasuk terkait efisiensi, kemudahan maupun percepatan.
Selanjutnya: Swasta bisa masuk industri pertahanan, pengamat: Bisa hemat keuangan negara
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News