kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.326.000 1,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Langkah Kantor Pelayanan Pajak menagih pajak semakin mulus


Jumat, 11 Desember 2020 / 18:42 WIB
Langkah Kantor Pelayanan Pajak menagih pajak semakin mulus
ILUSTRASI. Wajib pajak berkonsultasi dengan petugas di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Palmerah, Jakarta, Senin (12/10/2020).


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Langkah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melakukan penagihan pajak kepada wajib pajak kian mudah. Sebab, KPP bisa melakukan tindakan penyitaan dibantu oleh Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) atau Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak.

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 189/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar. Beleid ini berlaku per tanggal 27 November 2020 baik dalam upaya penagihan pajak kepada wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan.

Salah satu pertimbangan diterbitkannya beleid ini adalah untuk meningkatkan kemudahan, keseragaman pelaksanaan tindakan penagihan pajak. Sehingga diperlukan penyederhanaan administrasi tindakan penagihan pajak oleh Ditjen Pajak.

Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hestu Yoga Saksama mengatakan untuk membantu tugas Kepala KPP, beleid tersebut mengatur Kepala Kanwil dan Kantor Pajak Pusat untuk menunjuk juru sita. Tujuannya, untuk mendukung pelaksanaan tugas juru sita KPP.

Baca Juga: Daftar lelang mobil sitaan Ditjen Pajak jelang akhir tahun, harga mulai Rp 25 juta

“Terutama kalau objek sitanya berada di luar wilayah KPP yang bersangkutan,” kata Hestu kepada Kontan.co.id, Jumat (11/12). Ia menegaskan PMK 189/2020 pada dasarnya membantu meningkatkan efektivitas dan efisiensi saja.

Adapun alur pelaksanaan penagihan pajak antara lain, telebih dahulu KPP akan menerbitkan surat teguran atau surat peringatan sebagai upaya agar wajib pajak melunasi utang pajaknya.

Jika 21 hari setelah jatuh tempo wajib pajak bersangkutan tidak menggubris, maka diterbitkan surat paksa yang merupakan surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.

Utang pajak yang dimaksud bisa meliputi pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN) barang dan jasa, pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), pajak penjualan, bea meterai, serta pajak bumi dan bangunan (PBB) yang meliputi sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan sektor lainnya.

Baca Juga: Menyigi Data Korporasi dari Wajib Lapor Keuangan

Sementara biaya penagihan adalah biaya pelaksanaan surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, pengumuman lelang, pembatalan lelang, jasa penilai, dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak.

Selantjutnya, KPP akan mengirim surat sita yang diterbitkan dalam waktu dua kali 24 jam sejak diterbitkannya surat paksa, bila penanggung pajak belum membayarkan pajaknya.

Upaya terakhir, bila kewajiban wajib pajak belum ditentukan dalam waktu 14 hari setelah diterbitkannya pengumuman lelang atau penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya maka akan dilakukan lelang atas barang sitaan.

Kendati demikian, penagihan pajak dikatakan daluarsa jika telah melampaui batas waktu penagihan, yaitu lima tahun terhitung sejak penerbitan dasar penagihan pajak. Apabila penagihan pajak daluarsa, maka penagihan pajak tidak bisa lagi dilaksanakan karena hak untuk penagihan atas utang pajak tersebut sudah dianggap gugur.

“Tahapan tindakan penagihan harus dilakukan secara berurutan. Jadi tidak bisa langsung melakukan gijzeling tanpa tahapan-tahapan sebelumnya,” kata Hestu.

Baca Juga: Denda karena Terlambat Menyampaikan SPT Masa PPN

Hestu menambahkan, beleid ini juga mempertegas untuk kriteria penanggung pajak ditetapkan secara rinci. Dalam hal wajib pajak badan, tidak seluruh pengurus dapat diperlakukan sebagai penanggung pajak perusahaan.

Kata Hestu, PMK 189/2020 mengatur keharusan untuk melakukan tindakan penagihan kepada pemanggung pajak secara berurutan atau hierarkis, serta proprosional sesuai tanggung jawab masing-masing penanggung pajak.

Sebagai contoh, seorang pemegang saham 50%, hanya bertanggung jawab atas 50% pelunasan hutang pajak.“Jadi ini dimaksudkan agar tindakan penagihan lebih memberikan kepastian hukum dan fair bagi WP, serta tidak bersifat eksesif,” ujar Hestu.

Selanjutnya: Holding perbankan batal dibentuk, begini strategi pengembangan bank pelat merah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×