kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.914.000   -1.000   -0,05%
  • USD/IDR 16.356   28,00   0,17%
  • IDX 7.653   109,14   1,45%
  • KOMPAS100 1.058   10,62   1,01%
  • LQ45 803   8,03   1,01%
  • ISSI 254   2,06   0,82%
  • IDX30 415   4,15   1,01%
  • IDXHIDIV20 476   4,33   0,92%
  • IDX80 120   1,20   1,02%
  • IDXV30 122   0,97   0,80%
  • IDXQ30 132   1,16   0,88%

Kurangi Ketergantungan pada AS-China, Indonesia Butuh Pasar Baru


Rabu, 23 April 2025 / 07:22 WIB
Kurangi Ketergantungan pada AS-China, Indonesia Butuh Pasar Baru
ILUSTRASI. Neraca Perdagangan Surplus, Aktivitas bongkar muat Peti Kemas di pelabuhan Jakarta International Countainer Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta, Senin (21/4/2025). Posisi Indonesia sebagai negara dengan kekuatan diplomasi peringkat keenam dunia seharusnya dimanfaatkan untuk memperluas kerja sama perdagangan.


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Posisi Indonesia sebagai negara dengan kekuatan diplomasi peringkat keenam dunia seharusnya dimanfaatkan untuk memperluas kerja sama perdagangan dengan negara-negara potensial lainnya, tidak hanya bergantung pada Amerika Serikat dan China. 

Apalagi, tensi perang dagang antara kedua negara tersebut semakin meningkat.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2025, terdapat sepuluh negara tujuan ekspor utama Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. 

Baca Juga: Dampak Perang Dagang AS-China, Ekspor RI Turun Hingga Kebanjiran Produk Murah China

Selain Amerika Serikat dan Tiongkok, negara-negara seperti India, Jepang, Malaysia, Singapura, Filipina, serta sejumlah negara di Uni Eropa juga memberikan kontribusi terhadap surplus neraca perdagangan Indonesia.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menilai bahwa Indonesia memiliki banyak pasar ekspor alternatif yang potensial untuk dikembangkan, terutama di kawasan ASEAN. 

Saat ini, ekspor Indonesia ke ASEAN baru mencakup sekitar 18% dari total ekspor nonmigas. Selain itu, Bhima menyarankan agar Indonesia juga menggarap pasar potensial lain seperti Timur Tengah, Asia Selatan, Amerika Latin, dan negara-negara Kepulauan Pasifik.

Sementara itu, Ekonom dan Guru Besar Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, mengingatkan pentingnya strategi ekspor yang lebih progresif dengan membuka pasar baru. 

Baca Juga: Perang Dagang AS-China Pecah, Ini Negara yang Paling Terdampak

Ia menekankan pentingnya diversifikasi pasar ekspor, termasuk menjalin kerja sama dengan lebih dari 50 negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), serta mitra dagang di ASEAN dan kelompok BRICS.

“Ke depan, prospek neraca perdagangan sangat bergantung pada keseimbangan kebijakan perdagangan bilateral dan strategi diversifikasi ekspor Indonesia ke berbagai negara,” ujar Syafruddin.

Senada dengan itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa saat ini pemerintah tengah berupaya memperluas pasar ekspor ke kawasan Eropa dan Australia. 

Indonesia juga telah menjalin komunikasi diplomatik dengan pemerintah Australia dan kawasan Eurasia untuk memperkuat kerja sama perdagangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×