Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pakar hukum tata negara, Mahfud MD, mengomentari revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran yang berpotensi melarang produk jurnalistik investigasi. Ia berpendapat, itu merupakan satu kekeliruan karena tugas jurnalis justru melakukan investigasi.
Hal ini karena dalam draf RUU Penyiaran Pasal 50B ayat 2 huruf c menyebutkan larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
Mahfud menekankan, sebuah media akan menjadi hebat jika memiliki jurnalis-jurnalis yang bisa melakukan investigasi. Karenanya, ia mengkritik pembahasan revisi terhadap UU Penyiaran itu yang berpotensi melarang produk jurnalistik investigasi.
Baca Juga: Revisi UU Penyiaran Juga Menyasar Produk Jurnalisme Digital
"Kalau itu sangat keblinger, masa media tidak boleh investigasi, tugas media itu ya investigasi hal-hal yang tidak diketahui orang. Dia akan menjadi hebat media itu kalau punya wartawan yang bisa melakukan investigasi mendalam dengan berani," kata Mahfud dalam keterangan tertulisnya, Rabu (15/5).
Menkopolhukam periode 2019-2023 itu menilai, melarang jurnalis-jurnalis melakukan investigasi dan melarang media menyiarkan produk investigasi sama saja melarang orang melakukan riset. Mahfud merasa, keduanya sama walaupun berbeda keperluan.
"Masa media tidak boleh investigasi, sama saja itu dengan melarang orang riset, ya kan cuma ini keperluan media, yang satu keperluan ilmu pengetahuan, teknologi. Oleh sebab itu, harus kita protes, harus kita protes, masa media tidak boleh investigasi," ujar Mahfud.
Baca Juga: Dewan Pers Tegas Tolak Draft RUU Tentang Penyiaran, Ini Alasannya
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2008-2013 itu melihat, hari ini konsep hukum politik semakin tidak jelas dan tidak utuh. Sehingga, pesanan-pesanan terhadap produk Undang-Undang (UU) yang bergulir hanya kepada yang teknis.
Padahal, lanjut Mahfud, jika ingin politik hukum membaik harusnya ada semacam sinkronisasi dari UU Penyiaran. Artinya, kehadiran UU Penyiaran harus bisa saling mendukung dengan UU Pers, UU Pidana, bukan dipetik berdasar kepentingan saja.
"Kembali, bagaimana political will kita, atau lebih tinggi lagi moral dan etika kita dalam berbangsa dan bernegara, atau kalau lebih tinggi lagi kalau orang beriman, bagaimana kita beragama, menggunakan agama itu untuk kebaikan, bernegara dan berbangsa," kata Mahfud.
Baca Juga: AJI: Draf Revisi UU Penyiaran Mengancam Kemerdekaan Pers