kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

KPK tahan mantan dirut Pelindo II RJ Lino terkait kasus suap pengadaan crane


Jumat, 26 Maret 2021 / 17:26 WIB
KPK tahan mantan dirut Pelindo II RJ Lino terkait kasus suap pengadaan crane
Mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino menaiki mobil tahanan usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Jumat (26/3/2021).


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Direktur Utama Pelindo II R J Lino terkait dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan 3 unit quay container cran.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, KPK sebelumnya telah menetapkan dan mengumumkan RJ Lino sebagai tersangka pada bulan Desember 2015.

"Untuk kepentingan penyidikan, KPK menahan tersangka selama 20 hari terhitung sejak tanggal 26 Maret 2021 sampai dengan 13 April 2021 di Rutan Rumah Tahanan Negara Klas I Cabang Komisi Pemberantasan Korupsi," kata Alex saat konferensi pers di Gedung KPK, Jumat (26/3).

KPK mengatakan, selama proses penyidikan, telah dikumpulkan berbagai alat bukti diantaranya keterangan 74 orang saksi dan penyitaan barang bukti dokumen yang terkait dengan perkara ini.

Tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca Juga: Pelindo 1 bantah kapalnya lakukan transfer BBM ilegal di perairan Batam

Konstruksi perkara yang diduga telah terjadi, Alex menjelaskan, pada tahun 2009, PT Pelindo II (Persero) melakukan pelelangan pengadaan 3 Unit QCC dengan spesifikasi Single Lift untuk Cabang Pelabuhan Panjang, Palembang, dan Pontianak yang dinyatakan gagal sehingga dilakukan penunjukan langsung kepada PT BI (Barata Indonesia). 

Namun penunjukan langsung tersebut juga batal karena tidak adanya kesepakatan harga dan spesifikasi barang tetap mengacu kepada Standar Eropa.

Kemudian, pada18 Januari 2010, RJ Lino selaku Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) diduga melalui disposisi surat memerintahkan FY (Ferialdy Noerlan) Direktur Operasi dan Teknik melakukan pemilihan langsung dengan mengundang 3 (tiga) perusahaan, yaitu ZPMC (Shanghai Zhenhua Heavy Industries Co. Ltd, tidak dibacakan) dari Chi na, Wuxi, HDHM (HuaDong Heavy Machinery Co. Ltd,) dari China, dan Doosan dari Korea Selatan.

PadaFebruari 2010, RJ Lino diduga kembali memerintahkan untuk dilakukan perubahan Surat Keputusan Direksi PT. Pelindo II (Persero) tentang Ketentuan Pokok dan Tatacara Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan PT. Pelindo II (Persero), dengan mencabut ketentuan Penggunaan Komponen Barang/Jasa Produksi Dalam Negeri. Perubahan dimaksudkan agar bisa mengundang langsung ke pabrikan di luar negeri.

Adapun Surat Keputusan Direksi PT. Pelindo II (Persero) tersebut menggunakan tanggal mundur (back date) sehingga HDHM dinyatakan sebagai pemenang pekerjaan.

Baca Juga: Eks dirut Pelindo II RJ Lino kembali diperiksa KPK

Penunjukan langsung HDHM diduga dilakukan oleh RJL dengan menuliskan disposisi "GO FOR TWINLIFT" pada kajian yang disusun oleh Direktur Operasi dan Teknik padahal pelaporan hasil klarifik asi dan negosiasi dengan HDHM ditemukan bahwa produk HDHM dan produk ZPMC tidak lulus evaluasi teknis karena barangnya merupakan standar China dan belum pernah melakukan ekspor QCC ke luar China.

Bulan maret 2010, RJL diduga memerintahkan Direktur Operasi dan Teknik melakukan evaluasi teknis atas QCC Twin Lift HDHM dan memberi disposisi kepada SAPTONO R. IRIANTO (Direktur Komersial dan Pengembangan Usaha) juga untuk melakukan kajian operasional dengan kesimpulan QCC Twin Lift tidak ideal untuk Pelabuhan Palembang dan Pelabuhan Pontianak.

Untuk pembayaran uang muka dari PT Pelindo II (Per sero) pada pihak HDHM, RJ Lino diduga menandatangani dokumen pembayaran tanpa tanda tangan persetujuan dari Direktur Keuangan dengan jumlah uang muka yang dibayarkan mencapai US$ 24 juta yang dicairkan secara bertahap.

Penandatanganan kontrak antara PT Pelindo II (Persero) dengan HDHM dilakukan saat proses pelelangan masih berlangsung dan begitu pun setelah kontrak ditandatangani masih dilakukan negosiasi penurunan spesifikasi dan harga, agar tidak melebihi nilai Owner Estimate (OE).

Untuk pengiriman 3 unit QCC ke Cabang Pelabuhan Panjang, Palembang, dan Pontianak dilakukan tanpa commision test yang lengkap dimana commission test tersebut menjadi syarat wajib sebel um dilakukannya serah terima barang.

Harga kontrak seluruhnya US$ 15,554,000 terdiri dari US$ 5,344,000 untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Panjang, US$ 4,920,000 untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Palembang dan US$ 5,290,000 untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Pontianak.

Baca Juga: Tiga menteri Jokowi sudah berpamitan, siapa saja?

KPK telah memperoleh data dari ahli ITB bahwa Harga Pokok Produksi (HPP) tersebut hanya sebesar US$ 2.996.123 untuk QCC Palembang, US$  3.356.742 untuk QCC Panjang dan US$ 3.314.520 untuk QCC Pontianak.

Bahwa selain itu akibat perbuatan Tsk RJ Lino ini, KPK juga telah memperoleh data dugaan kerugian keuangan dalam pemeliharaan 3 unit QCC tersebut sebesar US$ 22,828,94 sedangkan untuk pembangunan dan pengiriman barang 3 unit QCC tersebut BPK tidak menghitung nilai kerugian Negara yang pasti karena bukti pengeluaran riil HDHM atas pembangunan dan pengiriman 3 unit QCC tidak diperoleh, sebagaimana surat BPK tertanggal 20 Oktober 2020 perihal surat penyampaian laporan hasil pemeriksaan investigatif dalam rangka penghitungan kerugian Negara atas pengadaan Quayside Container Crane (QCC) Tahun 2010 pada PT Pelabuhan Indonesia II.

Selanjutnya: Ini resolusi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di tahun 2019

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×