kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

KPK diminta usut tuntas dugaan suap pajak


Selasa, 09 Maret 2021 / 22:08 WIB
KPK diminta usut tuntas dugaan suap pajak
ILUSTRASI. Sejumlah jurnalis beraktivitas di halaman Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah kelompok masyarakat pegiat anti korupsi meminta KPK mengusut tuntas dugaan suap pajak yang melibatkan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Ditjen Pajak Kemenkeu).

Dalam surat perintah penyidikan (sprindik) yang beredar, KPK menetapkan dua tersangka pegawai pajak. Mereka berinisial APA dan DR yang merupakan pejabat di Ditjen Pajak Kemenkeu.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, meski saat ini KPK belum mengumumkan tersangka kasus dugaan suap pajak tersebut, namun nama – nama tersangka sudah beredar di publik.

Menurut dia, nama – nama yang beredar tersebut benar adanya seperti informasi yang didapatkan MAKI.

Baca Juga: KPK usut dugaan korupsi pengadaan lahan oleh BUMD DKI Jakarta

“Tinggal menunggu pengumuman, namun maksud saya kalau nanti diumumkan itu harus segera, karena kalau mangkrak tidak segera diumumkan, kan ini menimbulkan tanda tanya dan MAKI pasti gugat pra peradilan,” kata Boyamin saat dihubungi, Selasa (9/3).

Boyamin menekankan, pihak yang nanti ditetapkan sebagai tersangka harus dijerat pasal pencucian uang. Karena kasus ini tidak menutup kemungkinan akan berkelanjutan terhadap proses pajak – pajak sebelumnya yang diduga dimainkan oleh konsultan – konsultan pajak yang terlibat dalam kasus ini.

KPK harus menggali pajak di tahun – tahun sebelumnya. “Sehingga dengan penerapan pasal pencucian uang maka nanti pengembalian kerugian negara akan maksimal,” ucap dia.

Boyamin mengatakan, saat ini kebijakan KPK adalah pengumuman tersangka diumumkan bersamaan dengan penangkapan dan penahanan.

“Kita tunggu seminggu, dua minggu kedepan. Kalau tidak (ada pengumuman tersangka) saya gugat pra peradilan atau paling tidak saya laporkan ke dewan pengawas KPK,” ujar Boyamin.

Sementara itu, Peneliti ICW Egi Primayogha mengatakan, munculnya kembali kasus suap dugaan pajak jelas mengkhawatirkan. Hal ini menunjukkan adanya kongkalikong antara aparat perpajakan dan wajib pajak.

“Skandal perpajakan perlu dijadikan perhatian serius. Tentu kita tidak lupa bahwa pajak telah menjadi “mainan” banyak pihak. Bahkan terdapat pihak yang diduga membajak kebijakan guna mencari keuntungan,” kata Egi dalam keterangan tertulisnya.

ICW menyebut, dalam UU no 2 tahun 2020 tentang Penanganan Covid, terdapat penurunan tarif pajak penghasilan bagi Wajib Pajak Badan (PPh Badan).

Tarif pajak bagi wajib pajak badan kini dikenakan sebesar 22% dan akan menurun lagi menjadi 20% pada tahun 2022. Jumlah ini menurun dari tarif yang diatur dalam UU 36/2008 tentang Pajak Penghasilan sebesar 28%.

Baca Juga: Perhatian! Youtuber, Selebgram, dan Tiktoker bakal diawasi ketat oleh kantor pajak

ICW menilai, penurunan tarif ini patut dicurigai sebagai upaya pihak-pihak tertentu untuk mendapat keuntungan. Pengaturan tersebut telah diusulkan dalam Omnibus Law cluster Perpajakan. Namun kemudian ketentuan itu “disisipkan” dalam UU no 2/2020 ketika pandemi muncul. Omnibus Law cluster Perpajakan sendiri urung disahkan tanpa alasan yang jelas.

“Ini memunculkan dugaan kuat adanya upaya sistematis dari sejumlah pihak, dan semakin kuatnya pengaruh mereka dalam pengambilan kebijakan. Jika praktik ini dapat disebut bagian dari upaya mafia perpajakan, maka skandal perpajakan dan praktik mafia perpajakan mesti dibongkar seluruhnya,” jelas dia.

ICW mengingatkan, jika telah terjadi suap berulang kali kepada pejabat pajak, maka sistem pengawasan internal yang berjalan saat ini gagal mencegah penyelewengan.

“Maka pada tataran tata kelola di Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan Sri Mulyani perlu me-review kembali dan membenahi sistem pengawasan internal di DJP Kementerian Keuangan agar wilayah rawan suap di lingkungan DJP dapat dipetakan dan dibenahi,” ujar dia.

Lebih lanjut ICW meminta agar proses hukum kasus pajak terbaru yang sudah masuk tahap penyidikan di KPK dapat dituntaskan, KPK perlu mengambil langkah-langkah lanjutan.

Pertama, KPK mesti mengusut aktor-aktor lain dalam perusahaan penyuap para tersangka. Kedua, mengejar para pegawai pajak lain yang mungkin terlibat mengingat Angin merupakan pejabat tinggi di Dirjen Pajak sehingga pihak yang ditengarai terlibat berpotensi lebih luas.

Ketiga, KPK terus memeriksa perusahaan-perusahaan lain yang diduga memberi suap. Terdapat 165 perusahaan yang teridentifikasi sebagai pungutan pajak berpotensi tinggi, namun baru tiga yang diusut, yaitu PT Jhonlin Baratama, Panin Bank, dan PT Gunung Madu Plantations.

PT Jhonlin Baratama diketahui dimiliki oleh salah seorang pengusaha besar pertambangan, yaitu Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji isam.

Baca Juga: KPK keluarkan sprindik kasus dugaan suap pajak, Ditjen Pajak: Kami hormati

Keempat, menelusuri dugaan pencucian uang dan memeriksa pihak-pihak yang namanya tercatat dalam transaksi mencurigakan pada rekening Angin.

“Kasus-kasus korupsi yang menjerat Gayus, Bahasyim Assifie, maupun Dhana Widyatmika, adalah puncak dari gunung es permasalahan korupsi pajak di Indonesia. Kini, Angin Prayitno Aji juga sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan suap untuk merekayasa SKP. Belajar dari ketiga kasus tersebut, sudah sepantasnya penyidik segera menelusuri juga dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh Angin Prayitno Aji,” ujar Egi.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, modus dugaan suap pajak adalah menyuap pemeriksa pajak. Hal ini dilakukan agar nilai pajak menjadi lebih rendah dari yang semestinya dikenakan. Dugaan suap pajak ini ditaksir mencapai miliaran rupiah.

Alex menyebut, dalam suap pajak yang tengah dilakukan penyidikan ini sama dengan modus kasus yang pernah ditangani KPK sebelumnya. Saat ini KPK masih dalam proses penyidikan dugaan kasus suap tersebut.

“Biar teman-teman penyidik sekarang bekerja sehingga buktinya cukup kuat. Tentu akan kami ekspos kepada teman-teman wartawan. Nanti kami tetapkan tersangka langsung kami tahan orangnya," ujar Alex.

Sementara itu, Ditjen Pajak Kementerian Keuangan saat ini mengaku tengah menunggu proses penyidikan di KPK.

“Kita hormati dan tunggu proses penyidikan teman-teman di KPK,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Neilmaldrin Noor kepada Kontan.co.id, Jumat (5/3).

Sebagai informasi, Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat sepanjang 2005 - 2019 sedikitnya terdapat 13 kasus korupsi perpajakan yang menunjukkan kongkalikong antara pihak pemerintah dan swasta. Dari seluruh kasus tersebut, terdapat 24 orang pegawai pajak yang terlibat. Modus umum dalam praktik korupsi pajak adalah suap menyuap.

Total nilai suap dari keseluruhan kasus tersebut mencapai Rp 160 miliar. Hal ini belum termasuk nilai kerugian negara akibat berkurangnya pembayaran pajak oleh wajib pajak korporasi.

Baca Juga: KPK keluarkan sprindik kasus dugaan suap pajak, ini komentar Ditjen Pajak

ICW mencatat, setidaknya ada tiga kasus korupsi yang melibatkan pegawai negeri sipil di DJP dan pernah menarik perhatian publik. Pertama, kasus yang menjerat Gayus Tambunan, pegawai negeri sipil di DJP yang diketahui menerima suap dan gratifikasi hingga Rp 925 juta, US$ 659,800, dan Sin$9,6 juta, serta melakukan pencucian uang.

Kedua, kasus yang menjerat mantan Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta VII DJP Kemenkeu Bahasyim Assifie. Ia terbukti menerima suap senilai Rp 1 miliar dan terbukti melakukan pencucian uang.

Ketiga, kasus yang menjerat Dhana Widyatmika, pegawai di DJP yang terbukti menerima gratifikasi dengan total nilai Rp2,5 miliar, melakukan pemerasan, dan melakukan pencucian uang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×