Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk melakukan pencegahan terhadap mantan Wali Kota Tegal, Ikmal Jaya.
Ikmal dicegah bepergian ke luar negeri terkait kasus dugaan korupsi tukar guling lahan tempat pembuangan akhir (TPA) Bokongsemar, Tegal, Jawa Tengah tahun 2012.
"Terkait dengan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi perkara pelaksanaan tukar guling tanah Pemerintah Kota Tegal, KPK telah mengirimkan permintaan pencegahan bepergian ke luar negeri kepada Dirjen Imigrasi atas nama Akmal Jaya, mantan Wali Kota Tegal," kata Juru Bicara KPK Johan Budi kepada wartawan melalui pesan singkat, Senin (21/4).
Menurut Johan, Ikmal dicegah sejak tanggal 16 april 2014 lalu. Ikmal dicegah untuk enam bulan ke depan terkait kasus yang menjeratnya tersebut. Pencegahan dilakukan untuk kepentingan penyidikan, agar jika Ikmal dimintai keterangan terkait kasusnya, ia tidak sedang berpergian ke luar negeri.
Bersama dengan Ikmal, KPK juga mengirimkan permintaan pencegahan terhadap dua orang lainnya terkait kasus yang sama. Keduanya yakni Direktur CV Tri Daya Pratama Syaeful Jamil yang juga merupakan tersangka kasus tersebut dan Rudyanto dari pihak swasta.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Ikmal dan Syaeful sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Keduanya disangkakan melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat juncto pasal 65 ayat 1 ke-1 KUHP.
Ikmal yang juga merangkap sebagai Penasihat Tim Pengarah Pemindahtanganan Tanah Milik Pemkot Tegal diduga melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi terkait pelaksanaan tukar guling antara Pemerintah Kota Tegal dengan CV Tri Daya Pratama.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, sebelumnya Pemerintah Kota Tegal melakukan tukat guling bekas tanah bengkok di Keluarahan Keturen, Kraton, dan Pekauman yang luasnya sekitar 59.133 meter persegi (m2) dengan lahan di areal Bokongsemar milik pihak swasta seluas 142.056 m2.
Diduga, ada penggelembungan harga (mark up) atas proses tukar guling tersebut sehingga menimbulkan kerugian negara hingga mencapai Rp 8 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News