kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.774   -14,00   -0,09%
  • IDX 7.460   -19,91   -0,27%
  • KOMPAS100 1.153   -1,43   -0,12%
  • LQ45 914   0,41   0,05%
  • ISSI 225   -1,12   -0,49%
  • IDX30 472   0,95   0,20%
  • IDXHIDIV20 569   1,36   0,24%
  • IDX80 132   0,02   0,01%
  • IDXV30 140   0,92   0,66%
  • IDXQ30 157   0,24   0,16%

Jokowi tolak pajak untuk warteg


Rabu, 28 November 2012 / 16:42 WIB
Jokowi tolak pajak untuk warteg
4 Drakor yang tayang akhir bulan Agustus, nantikan drama Korea terbaru Lovers of the Red Sky.


Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri

JAKARTA. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo alias Jokowi menolak tegas rencana pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebelumnya soal pajak bagi warung tegal (warteg).

Mantan Wali Kota Solo itu menilai, pemberlakuan pajak warteg merupakan kebijakan yang tidak prorakyat kecil.

"Buat warteg, saya ingin tidak usah dikenakan (pajak). Restoran besar saja yang diberikan pajak. Kayak enggak ada objek pajak yang lain saja," kata Jokowi di Balaikota Jakarta, Rabu (28/11).

Dalam pandangan Jokowi, jika kebijakan pajak warteg dipaksakan, akan banyak pengusaha warung kecil gulung tikar.

Imbas lainnya, warteg yang tetap bertahan meski telah dibebani pajak bisa dipastikan akan menaikkan harga makanan. Ujung-ujungnya, masyarakat kecil penikmat warteg yang menanggung akibatnya.

"Kenaikan harga makanan itu akan membuat konsumen warteg berkurang dan kesulitan mencari makan murah," kata Jokowi, yang kerap menyantap makanan di warteg selama mengunjungi warga.

Pungutan pajak atas warteg mengalami penundaan lantaran munculnya reaksi luas dari masyarakat. Saat Gubernur DKI Jakarta masih dijabat oleh Fauzi Bowo, Pemprov DKI Jakarta menunda pelaksanaan kebijakan itu seraya mengkaji ulang kapan waktu tepat untuk memberlakukannya.

Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta sempat akan memberlakukan pajak bagi usaha warteg di Ibu Kota pada awal tahun 2012.

Namun, kebijakan itu ditunda sampai batas waktu yang belum ditentukan. Pemprov DKI memasukkan warteg dalam klasifikasi yang sama dengan restoran dan rumah makan, khususnya yang beromzet mencapai Rp 200 juta per tahun atau sekitar Rp 550.000 sehari.

Restoran yang dimaksud dalam Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 2011 tentang Pajak Restoran adalah fasilitas penyedia makanan atau minuman dan dipungut bayaran, seperti rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya, termasuk jasa boga dan katering.

Pemprov DKI Jakarta juga menggunakan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah sebagai dasar hukum untuk menarik pajak.

Pemprov DKI Jakarta pun mengeluarkan Instruksi Gubernur Nomor 16 Tahun 2012 yang menyebutkan usaha warung, kantin, kafetaria ditunda pemungutan pajaknya karena mempertimbangkan konsumen ketiga jenis usaha tersebut. (Kurnia Sari Aziza/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×