kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

KPI: "Iklan Kutagih Janjimu" menyudutkan Jokowi


Jumat, 28 Maret 2014 / 22:30 WIB
KPI:
ILUSTRASI. Cara beli tiket KRL online Jogja-Solo dan syarat minimal saldo di LinkAja


Sumber: Kompas.com | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Komisi Penyiaran Indonesia menilai iklan dengan slogan "Kutagih Janjimu" menyerang dan menyudutkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo atau Jokowi. KPI menegur tiga stasiun televisi yang menayangkan iklan tersebut.

"Iklan 'Kutagih Janjimu' adalah iklan politik. Memang itu bukan iklan kampanye. Iklan ini bermasalah. Dari sisi pesannya, itu memang ada nuansa menyerang. Iklan itu hanya tayang di Global TV, MNC TV, dan RCTI, televisi lain tidak," ujar Wakil Ketua KPI Idy Muzayyad di Gedung Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Jakarta Pusat, Jumat (28/3/2014).

Dia menilai, selain mengandung unsur serangan politik, iklan itu juga mengandung tiga masalah lain. Iklan itu diduga tidak mendapat izin Jokowi dalam menampilkan wajah calon presiden PDI Perjuangan tersebut. Idy mengatakan, menurut Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia, untuk menampilkan gambar wajah seseorang, pembuat iklan harus mendapat izin dari yang bersangkutan.

Selain itu, pemasang iklan tidak tercantum dengan jelas pada tayangan tersebut. Cuplikan dalam iklan tersebut juga diambil dari sumber yang tidak jelas. "Seharusnya (ada) sebuah footage diketahui asalnya, sementara dalam iklan 'Kutagih Janjimu' terpampang gambar Jokowi saat kampanye dalam Pemilu Gubernur DKI," kata dia.

Idy mengatakan, KPI telah melayangkan teguran kepada stasiun televisi yang menayangkan iklan tersebut. Teguran tersebut telah melalui koordinasi dengan Bawaslu dan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI).

"Kami sudah minta iklan ini dihentikan. Karena kalau tidak dilakukan pencegahan, ke depan, apalagi dalam pilpres yang masih lama, bisa memunculkan beragam iklan yang saling menyerang dan sangat kontraproduktif dengan demokrasi. Ini bikin gaduh dan timbulkan konflik sosial," kata Idy. (Deytri Robekka Aritonang)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×