Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) telah mencapai Rp 447,58 triliun hingga akhir Agustus 2023.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, setoran PPN dan PPnBM tersebut telah setara 64,28% dari target yang tertuang dalam APBN 2023. Selain itu, realisasi tersebut berhasil tumbuh 8,1% utamanya didorong oleh aktivitas ekonomi dan konsumsi masyarakat yang masih tetap positif.
"Ini (realisasi penerimaan PPN dan PPnBM) naik 8,1% dari tahun lalu," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kita, Rabu (20/9).
Baca Juga: Sri Mulyani Kantongi Setoran Pajak Rp 1.246,97 Triliun Hingga Agustus 2023
Di sisi lain, realisasi penerimaan PPN dalam negeri (DN) kembali tumbuh positif setelah kontraktif pada dua periode sebelumnya. Sri Mulyani bilang, realisasi PPN DN pada periode laporan mengalami pertumbuhan 15,5%.
Hanya saja, angka pertumbuhannya cenderung melambat jika dibandingkan pertumbuhan PPN DN pada periode yang sama tahun lalu sebesar 41,2%. Adapun setoran PPN DN memiliki kontribusi yang cukup besar yakni 23,2% terhadap total penerimaan pajak.
"Ekonomi kita masih cukup resilient di tengah kondisi global yang sangat tidak pasti," katanya.
Sementara itu, PPN impor mengalami penurunan sebesar 4,7%. Hal ini berbanding terbalik dengan capaian pada tahun lalu yang berhasil tumbuh 48,9%. Penurunan ini disebabkan oleh penurunan nilai impor, dengan tren kontraksi yang semakin dalam.
Baca Juga: Target Penerimaan Pajak Dinaikkan Menjadi Rp 1.988,8 Triliun pada 2024
Sebagai informasi, Kemenkeu mencatat, realisasi penerimaan pajak dari awal tahun 2023 hingga Agustus 2023 sudah mencapai Rp 1.246,97 triliun. Hanya saja, kinerja penerimaan pajak tersebut melambat atau hanya tumbuh 6,4% dibandingkan penerimaan tahun lalu di periode yang sama yang berhasil tumbuh 58,1%.
Adapun, kinerja penerimaan yang melambat ini disebabkan penurunan signifikan harga komoditas, penurunan nilai impor, dan tidak berulangnya kebijakan Program Pengungkapan Sukarela (PPS).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News