Reporter: Bidara Pink | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Pada awal pekan ini, Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (The Fed) kembali menyentak dengan sinyal makin hawkish.
Sinyal ini membuat para pelaku pasar memperkirakan, The Fed mungkin menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) pada bulan ini.
Kenaikan ini lebih besar dari perkiraan kenaikan sebelumnya yang sebesar 25 bps, di mana pentolan The Fed sebelumnya melempar isyarat akan mengerem agresivitas kenaikan suku bunga acuan.
Kepala Riset CGS-CIMB Indonesia Hadi Soegiarto mengatakan, langkah The Fed tak akan kemudian membuat Bank Indonesia latah untuk menaikkan suku bunga acuan.
Ini dengan menimbang, kondisi dalam negeri Indonesia yang tak memberi alasan bagi BI untuk mengerek suku bunga acuan.
Baca Juga: Ekonom: Tetap Ada Ruang Kenaikan Suku Bunga Acuan BI Sebesar 25 Bps
"Di dalam negeri sudah tidak ada alasan perubahan suku bunga. Inflasi sudah melandai, nilai tukar rupiah juga sudah mulai stabil dan tidak terlalu banyak melemah," kata Hadi saat wawancara khusus bersama Kontan, belum lama ini.
Selain itu, Hadi juga melihat bahwa Gubernur BI Perry Warjiyo sudah makin tegas mengatakan kenaikan suku bunga acuan selama ini telah memadai untuk menjaga kondisi dalam negeri.
Bila BI kemudian balik dengan nada hawkish, maka ini justru menimbulkan gejolak di pasar dan berujung pada pelemahan nilai tukar rupiah.
"Kalau di dalam negeri memang tidak ada peristiwa macam-macam, mengapa BI balik badan? Perubahan tone ini akan memicu asumsi pada pasar dan malah membuat rupiah melemah," tegas Hadi.
Dengan demikian, Hadi masih yakin BI cenderung menahan suku bunga acuan di level 5,75% hingga akhir tahun 2023.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News