kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kominfo susun RUU perlindungan data kartu kredit


Rabu, 25 Mei 2016 / 19:02 WIB
Kominfo susun RUU perlindungan data kartu kredit


Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Aturan Menteri Keuangan tentang kewajiban lapor data kartu kredit berpotensi bertabrakan dengan kebijakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo). Menurut Kemkominfo, kebijakan tadi bertentangan hak asasi manusia, karena memungkinkan data pribadi bisa diakses oleh pihak lain tanpa persetujuan.

Data kartu kredit dianggap sebagaiĀ informasi pribadi, di mana tidak sembarang pihak memilikinya, termasuk pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 39/PMK.03/2016, disebutkan bahwa data kartu kredit merupakan salah satu data yang wajib dilaporkan kepada otoritas pajak.

Nah, untuk memastikan data kartu kredit tetap milik pribadi, Kemkominfo saat ini tengah menyusun Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perlindungan dan Pribadi.

"Kami tengah menyusun drafnya," Ujar Kepala Biro Hukum Kemkominfo Bertiana Sari, Rabu (25/5) di Jakarta.

Beleid itu nantinya akan membatasi data-data apa saja yang tidak boleh diakses oleh lembaga lain. Tujuannya, agar masyarakat bisa merasa aman atas informasi pribadi yang selama ini tersimpan di berbagai tempat, seperti alamat surat elektronik atau e-mail, dan data perbankan termasuk kartu kredit.

Beleid ini telah melalui kajian Secara akademis, salah satunya pusat kebijakan cyber di Universitas Padjajaran. Peneliti dari pusat kebijakan cyber dari Universitas Padjajaran, Shinta Dewi mengatakan sudah ada 101 negara yang mengadopsi rezim kerahasiaan data, termasuk Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Nah, menurutnya Indonesia akan mengadopsi sistem perlindungan data dari Uni Eropa yang lebih ketat. Lebih lanjut Ia menjelaskan, kebijakan ini untuk mengatur kegiatan dunia usaha dan pemerintah dalam mengelola data masyarakat.

Sementara AS memang cenderung lebih longgar, karena soal kerahasiaan data diserahkan kepada masing-masing lembaga dan stakeholdernya. Hal ini wajar, mengingat negeri Paman Sam itu memang telah menguasai data dan informasi dari banyak negara untuk kepentingannya.

Terkait hal ini, Kasubdit Analisis Dampak Kebijakan DJP M. Hanif Arkani menilai tidak ada yang salah dengan pelaporan data kartu kredit yang wajib dilaporkan. Karena itu bukan bagian dari data yang diakses otoritas seusuai aturan manapun, termasuk kerahasiaan perbankan.

Namun demikian, pada prinsipnya otoritas pajak mengaku penggunaan data tidak bisa sembarangan. Oleh karenanya, DJP akan memastikan seluruh data yang masuk aman. Ia juga menegaskan, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari kebijakan sharing data ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×