kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.505.000   -15.000   -0,99%
  • USD/IDR 16.295   -200,00   -1,24%
  • IDX 6.977   -130,64   -1,84%
  • KOMPAS100 1.042   -22,22   -2,09%
  • LQ45 818   -15,50   -1,86%
  • ISSI 213   -3,84   -1,77%
  • IDX30 417   -9,14   -2,14%
  • IDXHIDIV20 504   -9,85   -1,92%
  • IDX80 119   -2,45   -2,02%
  • IDXV30 125   -2,38   -1,87%
  • IDXQ30 139   -2,59   -1,83%

Kominfo Nilai Respons Google Terhadap Rancangan Perpres Publisher Rights Berlebihan


Minggu, 30 Juli 2023 / 15:10 WIB
Kominfo Nilai Respons Google Terhadap Rancangan Perpres Publisher Rights Berlebihan
ILUSTRASI. Wamenkominfo Nezar Patria dalam Program Fokus Terkini di Studio TVRI Jakarta Selatan, Rabu (26/07/2023). Kominfo Nilai Respon Google Terhadap Rancangan Perpres Publisher Rights Berlebihan.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kementerian Komunikasi (Kominfo) menilai respons Google terkait rancangan peraturan presiden tentang Publisher Rights berlebihan. Sebelumnya Google menilai rancangan perpres tentang Publisher Rights akan membatasi berita yang tersedia online.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemkominfo Usaman Kansong menyampaikan Kementerian Kominfo telah mengirimkan draf rancangan peraturan presiden tentang Publisher Rights ke sekretariat negara pada Senin (24/7/2023) lalu. 

Nantinya, draf perpres akan ditinjau kembali sebelum ditandatangani oleh presiden. 

Usman menambahkan, gagasan pembuatan aturan mengenai publisher rights telah muncul sejak tiga tahun lalu. Namun demikian, proses pembahasan dan/atau penyusunan rancangan perpres telah dilakukan sejak satu tahun belakangan. Pihaknya juga telah melibatkan semua pemangku kepentingan terkait. Termasuk platform Google dan perusahaan pers.   

Baca Juga: Pemerintah Dorong Publisher Rights Ciptakan Hubungan Lebih Adil bagi Industri Media

Usman mencontohkan pasal 5A draf perpres sempat menjadi persoalan. Semula pasal 5A usulan perusahaan pers adalah platform tidak boleh menyalurkan berita yang tidak sesuai kode etik jurnalistik dan UU Pers. 

Kemudian platform mengatakan tidak bisa melakukan itu karena beberapa alasan. Di antaranya algoritma google belum sampai pada kemampuan memilah dan memilih apakah suatu berita sesuai kode etik jurnalistik atau tidak. 

Platform menilai berita sesuai atau tidak sesuai kode etik jurnalistik setelah berita tersebut tayang. Atas dasar argumen – argumen tersebut, akhirnya disepakati menjadi tidak menyalurkan berita sesuai kode etik jurnalistik/UU Pers melalui mekanisme pelaporan terlebih dahulu.

Jadi, ketika satu berita yang sudah terlanjur disalurkan oleh platform kemudian berdasarkan laporan Dewan Pers, masyarakat, asosiasi atau perusahaan pers tidak sesuai kode etik jurnalistik, maka akan dilaporkan kepada platform. Platform kemudian menghapusnya dari daftar search di platform.

Baca Juga: Pemerintah Godok Perpres Terkait Publisher Rights

Lebih lanjut Usman mengatakan, pada rapat tanggal 31 Mei platform akan walk out karena usulannya tidak diterima. Usman menilai, kekhawatiran Google yang menilai adanya Perpres Publisher Rights membuat konten jurnalistik Indonesia menjadi rentan dipenuhi hoaks, negatif, dan tidak berkualitas merupakan sesuatu yang tidak akan terjadi.

“Saya kira dalam beberapa tingkat, ancaman ini berlebihan,” ujar Usman dalam diskusi virtual bertajuk Publisher Rights, Google, dan Masa Depan Pers, Sabtu (29/7).

Sementara itu, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan, sejak awal Dewan Pers membentuk tim ad hoc untuk menyusun draf perpres Publisher Rights. Sebab, aturan itu nantinya akan mengatur terkait karya jurnalistik berkualitas dan independensi pers. Serta terkait dengan keadilan pendapatan bagi media dan platform. 

“Kami terus dilibatkan dan juga melibatkan konstituen di dalam rangka perumusan detail pasal,” ujar Ninik.

Ninik menilai proses pembahasan aturan yang berjalan dinamis merupakan sesuatu hal wajar dalam menyusun suatu kebijakan. Catatan Dewan Pers menghargai semua pihak yang memberikan masukan draf perpres. 

Baca Juga: Perbaiki Ekosistem Media, Wapres Dukung Penetapan Publisher Rights

Dewan Pers berharap perpres publisher rights dapat memastikan karya jurnalistik yang didistribusikan melalui algoritma merupakan karya jurnalistik yang berkualitas dan kepastian itu tertuang dalam perpres.

“Jadi bagaimana caranya muatan norma dalam perpres itu memastikan bahwa algoritma bisa menyelamatkan karya jurnalistik berkualitas dalam konteks pemberitaan,” ucap Ninik.

Selanjutnya, catatan Dewan Pers adalah agar perpres menuangkan rumusan – rumusan pendapatan yang adil bagi media terhadap platform. Apabila terjadi perbedaan pendapat, penyelesaiannya adalah bukan penyelesaian penegakan hukum, tetapi penyelesaian mediasi.

Ninik menyebut, terkait pendapatan adalah bentuk kerja B to B, perjanjian, kesepakatan. Jadi jika setelah kesepakatan kemudian terjadi wanprestasi salah satu pihak, maka diselesaikan dengan cara mediasi. 

“Jika mediasi tidak dapat ditempuh/disepakati barulah diselesaikan dengan proses hukum sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku,” tutur Ninik.

Baca Juga: Pemerintah didorong terapkan regulasi soal media sosial dalam revisi UU ITE

Sebelumnya, Michaela Browning, VP Government Affairs and Public Policy, Google Asia Pacific mengatakan, sejak rancangan Perpres tersebut pertama kali diusulkan pada tahun 2021, Google dan YouTube telah bekerja sama dengan pemerintah, regulator, badan industri, dan asosiasi pers untuk memberikan masukan seputar aspek teknis pemberlakuan peraturan tersebut dan untuk menyempurnakannya. 

Hal ini agar sesuai dengan kepentingan penerbit berita, platform, dan masyarakat umum.

Pihaknya berterima kasih atas kesempatan yang diberikan untuk berdiskusi dengan pemerintah, terutama selama proses harmonisasi. Akan tetapi, menurutnya rancangan yang diajukan masih akan berdampak negatif pada ekosistem berita digital yang lebih luas. 

Jika disahkan dalam versi yang sekarang, perpres dinilai akan membatasi berita yang tersedia online dan mengancam eksistensi media dan kreator berita.

“Jika disahkan dalam versi sekarang, peraturan berita yang baru ini dapat secara langsung memengaruhi kemampuan kami untuk menyediakan sumber informasi online yang relevan, kredibel, dan beragam bagi pengguna produk kami di Indonesia,” kata Michaela dalam keterangan tertulisnya, Selasa (25/7). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×